37

13.9K 1.5K 462
                                    

Enjoy it




.
.
.
.







Mark melajukan mobilnya seperti orang kesetanan. Jantungnya berdegup kencang, entah karena efek terlalu senang atau terlalu khawatir.

Pagi ini dia mendapat telpon dari adik iparnya. Mereka membicarakan soal anak hilang yang terancam lumpuh. Setelah adik iparnya menyebutkan nama dan ciri-ciri si bocah, Mark langsung kembali menuju Seoul. Haechan dia titipkan ke Jinhwan dan Kyungsoo yang sudah menyusulnya.

Dia menyetir sendiri, mengabaikan tubuhnya yang belum menyentuh kasur hampir dua hari.

Memakan waktu hingga hampir sampai tengah hari untuk dirinya tiba di rumah sakit kepunyaannya. Sebuah rumah sakit besar yang bekerja sama dengan universitas.

Mark langsung memarkir mobilnya di basement. Ketika hendak memasuki gedung, ponselnya kembali berbunyi.

"Wae, Jeno-ya?"

"Cepat ke VIP 07, Hyung. Dia baru sadar."

Tanpa menjawab apa-apa, Mark langsung melesat menaiki lift. Sapaan para dokter dan pekerja rumah sakit lainnya ketika melihat salah satu petinggi rumah sakit ini dia abaikan. Sekitar dua menit, dia sampai di lantai tiga, tempat ruang VIP berada.



VIP 07

Brak

Suara gesekan pintu kayu terdengar keras ketika Mark membukanya dengan kasar. Jeno, Winwin, dan Jaehyung yang berada di sana mendadak terlonjak kaget. Manik mata mereka menatap heran lelaki jangkung berpenampilan kusut. Dia berantakan dengan wajah teramat lelah.

Mark berhenti di depan pintu, menatap ranjang yang terhalang ketiga orang dewasa itu. Nafasnya terasa sangat berat dan pendek.

"Hyung-nim." Panggil Jeno.

"Dimana dia?" Tanya Mark dengan suara dalam.

Ketiganya saling bertatapan sejenak, kemudian menyingkirkan diri dari dekat ranjang.

Mark melihat sosok bocah remaja yang terbaring di sana, dengan wajah pucat dan gips terpasang dimana-mana. Mata mereka bertemu. Binaran lemah dari si surai kelabu sukses menyeret kembali kesadaran Mark yang hendak pergi karena lelah yang meremukkan raga.

Keduanya diam, semuanya diam. Sejujurnya, Jeno belum mendapatkan penjelasan apa-apa dari kakak iparnya. Jadi dia masih bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi hingga kakaknya mendadak teriak seperti orang kesurupan saat dia telpon dan menyinggung perihal Lee Jisung.

Tanpa komando, Mark berjalan mendekati si anak dengan langkah gemetar dan pelan. Dia berhenti tepat di samping ranjang Jisung dengan nafas tertahan.

Tangan besarnya menyentuh pelan setiap inci tubuh anaknya yang tertutup perban dan gips dengan ragu-ragu. Dia hendak memastikan kalau yang di depannya ini bukanlah khayalan semata akibat rasa rindu dan bersalahnya. 

Mark tidak bisa percaya. Bukankah Tuhan sangat baik? Bagaimana seseorang masih bisa hidup setelah didorong ke jurang?

Pelupuk mata Mark mulai basah, air mata perlahan keluar meluncur ke pipinya. Hatinya sakit sekaligus bersyukur. Anaknya hidup, tapi lumpuh.

Akankah dia kuat menghadapi hidup?





Harus kuat.

Mark meyakinkan dirinya. Dia akan menjadi kaki Jisung. Dia akan menuntun jalan anak itu. Mark tidak bisa bersama bayi Jisung saat mengambil langkah pertamanya dalam hidup, jadi biarkan Mark menggantinya dengan menemani langkahnya mulai dari sekarang hingga akhir hayat.

Untold Pain [MarkHyuck (GS)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang