14

13.1K 1.5K 178
                                    

Enjoy it

.
.
.
.

Suara tangis menggema di deretan kursi depan ruang operasi. Seorang wanita bermantel motif kotak-kotak duduk sambil menutupi wajahnya yang sudah basah akan air mata.

Disampingnya, seorang bocah lelaki berseragam SMA merangkul pundaknya sambil mengelusnya penuh sayang.

"Mama, uljima, ne? Mama bisa sakit kalau menangis terus." Katanya dengan suara diusahakan stabil.

Wanita itu makin terisak kencang.

"Baba-mu, Chenle. Baba-mu. Lucas.. huhuhu"

Hanya itu yang sedari tadi keluar dari mulutnya. Berulang kali dia memanggil-manggil nama suaminya yang sedang berjuang di dalam ruang operasi. Diantara hidup dan mati.

Tepat pukul sebelas tadi, Chenle mendapat panggilan dari wali kelasnya. Dia langsung ke rumah sakit begitu tahu ayahnya kecelakaan dan sekarang sedang di operasi karena patah tulang dan pendarahan di dalam.

Ketika dia sampai, ternyata ibunya sudah lebih dulu duduk di sana seorang diri sambil memeluk badannya dengan suara tangis yang keras.

"Baba akan baik-baik saja, Mama. Kita harus berdoa suapaya operasinya lancar dan Baba bisa sembuh. Uljima.."

Jungwoo kembali menangis hebat. Ini sudah empat jam lebih dan lampu di depan ruang operasi tidak kunjung hijau. Bohong kalau Chenle tidak takut dan khawatir. Walau menyebalkan dan koplak begitu, ayahnya adalah orang terhebat yang dia miliki. Dia tidak ingin kehilangan Lucas secepat ini.

Buru-buru dia menyeka air mata yang turun dari pelupuk matanya. Dia harus kuat. Kalau dia tidak kuat, tidak ada yang bisa menjaga ayah dan ibunya.

.
.

Di lain tempat di rumah sakit yang sama, di kursi depan ruang operasi lainnya.

Taeil duduk dalam diam. Wajahnya tidak berekspresi. Tidak ada air mata juga. Bahkan bisa dikatakan dia kelewat tenang untuk orang yang istrinya sedang bertaruh hidup dan mati di dalam sana. Pikirannya kosong. Dia tidak punya gambaran atau rencana apa-apa jika Tuhan sampai memberikan skenario terburuk untuknya. Istri tercinta yang meninggal, misalnya.

Tidak ada yang bisa dia lakukan selain percaya kepada dokter-dokter yang menangani istrinya, juga kemampuan bertahan hidup Doyoung yang luar biasa. Dan tentu kebaikan Tuhan.

Dia melirik ponselnya. Melihat sebuah pesan dari Doyoung yang belum sempat dia baca. Dia baru membuka ponsel ketika mendapat spam panggilan dari nomor tidak dikenal, yang ternyata adalah pihak kepolisian yang mengatakan istrinya terlibat kecelakaan.

Taeil tersenyum getir kala membaca pesan yang terkirim hampir lima jam yang lalu. Rasanya seperti ada pisau panas yang menancap dan merobek jantungnya. Sakit sekali.

Taeil menyandarkan tubuhnya. Rasanya lelah walaupun dia tidak melakukan apa-apa sejak empat jam yang lalu. Nafasnya berhembus berat dan penuh beban.

"Moon Taeil-ssi?"

Taeil menoleh kala namanya dipanggil. Dua orang berseragam polisi, satu kurus dan satu berkumis menatapnya.

"Kami baru selesai memeriksa beberapa saksi mata dan rekaman cctv. Mobil pick up itu menerobos lampu merah dengan kecepatan tinggi dan langsung menabrak Mobil BMW yang ditumpangi Kim Doyoung-ssi. Tersangka yang berumur 61 tahun meninggal di tempat dan kami sudah melakukan otopsi. Kadar alkohol dalam darahnya sangat tinggi dan ada zat adikitif lainnya. Dia sepertinya mabuk dan baru memakai obat terlarang, kemudian langsung menyetir. Kami tidak bisa mendapatkan petunjuk apa-apa lagi dari mobil tersangka maupun korban. Sesaat setelah tersangka dan korban diselamatkan, kedua mobil terbakar dan meledak."

Untold Pain [MarkHyuck (GS)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang