48 (END)

25.1K 1.5K 592
                                    

Enjoy it














.
.
.
.











Hujan deras lagi-lagi mengguyur kota Seoul sejak kemarin malam hingga sekarang sudah malam lagi kini tidak kunjung menunjukkan tanda mereda. Tanah becek dan jalanan licin tidak lagi menjadi penghalang kegiatan, begitu pun dengan terpaan angin kencang.

Sosok tinggi berbalut kemeja biru bergaris dan celana hitam bahan dengan rambut tersingkap rapi menampilkan dahi berdiri dengan punggung bersandar di dinding, di bawah atap gedung sebuah SMA. Dirinya tidak sendirian, statusnya sebagai orang tua murid sekarang ini juga sedang dikelilingi orang tua murid lainnya. Ibu-ibu bahkan ada yang terang-terangan meliriknya sembari berbisik penasaran. Pasalnya, ini kali pertama mereka melihat bapak wali murid mau meluangkan waktu ke sekolah.

Abai dengan bisikan ibu-ibu, mata tajam si lelaki melihat sesekali ke jam tangan Rolex yang melingkar apik di pergelangan tangannya. Pukul delapan malam.

"Dia ini belajar apa ketiduran, sih?" Gerutunya dalam hati.

Suara derapan langkah tiba-tiba terdengar. Matanya memicing saat melihat sosok tinggi besar berlari ke arahnya dengan tangan memegang dua payung. Sosok lelaki yang baru datang itu juga kini menjadi objek gibahan baru bagi ibu-ibu di sana. Mereka kini berdiri bersampingan, dengan si lelaki yang baru datang belum menyadari keberadaannya.

"Auh, basah semua." Si lelaki berbibir tebal menghilangkan butiran air di lengan dan betisnya.

Mata tajamnya menelisik setiap jengkal tubuh tinggi itu. Kaos hitam rumahan, celana pendek kain selutut berwarna abu-abu monyet , sandal jepit dari merk perlengkapan mendaki, rambut acak-acakan, dan muka bantal. Kontras sekali dengan dirinya yang rapi, wangi, dan beraura pengusaha muda.

"Kenapa kau seperti gembel begini, Lucas?"

Lelaki itu langsung menoleh, "Mark Lee?"

Keduanya tanpa sadar saling menilai penampilan di dalam otak masing-masing.

"Kau dari mana? Kenapa pakaianmu sembarangan begitu? Tidak dari kantor, ya?"

"Kalau Jumat, kantorku hanya sampai jam empat sore. Aku dari rumah. Aku lupa kalau harus menjemput Chenle jam delapan, dan malah ketiduran. Karena takut anaknya nekat pulang sendiri, ya sudah aku langsung ke sekolah tanpa ganti baju dan cuci muka."

Mark menyeringai, "Pantas masih belekkan." Mata Lucas melotot, "Masa, sih?", Mark mengangguk, "Iya, tuh numpuk di sudut mata."

Lucas buru-buru melepas payungnya dan mengeluarkan ponselnya untuk berkaca menggunakan aplikasi kamera. Dia langsung membersihkan matanya yang kata Mark belekkan itu. Padahal sih tidak sampai menumpuk juga.

"Kau juga menjemput Jisung?" Mark mengangguk.

"Dulu, waktu belum ada kau, Jisung selalu pulang bersamaku kalau ada kelas malam dan hujan deras." Cerita Lucas.

"Aah... Soal itu, terima kasih sudah melakukannya. Sedikit banyak, Haechan sudah menceritakan soal dirimu. Terima kasih sudah menjadi sosok Ayah bagi Jisung selama aku tidak di sampingnya." Ucap Mark terdengar begitu tulus.

Plak

Tamparan keras Lucas layangkan di belikat Mark, membuat si korban nyaris berteriak dan terlempar. Juga membuat ibu-ibu memekik kaget.

"Kalau begitu, berhenti kurang ajar dan banyak tingkah. Kalau Haechan dan Jisung sampai terluka lagi, aku tidak akan segan membawa mereka pergi sejauh mungkin sampai kau tidak bisa menemukan mereka." Ancam Lucas, "Kau tahu aku punya Doyoung di sisiku, kan? Perempuan Moon itu ahlinya kabur dan melarikan diri."

Untold Pain [MarkHyuck (GS)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang