39

14.2K 1.5K 626
                                    

Perhatian!

Silakan baca setiap kata dan kalimat baik-baik dan diresapi, agar bisa ikut merasakan sensasinya.

Now,


Enjoy it



.
.
.
.




Brak

Pintu tersebut nyaris terlepas dari engselnya saat tangan besar Mark membukanya dengan kasar. Suara teriakan disertai tangis histeris menyambut Mark. Para suster dan dokter terlihat berdiri kebingungan, dilema antara mau mendekat atau diam di tempat.

Di sudut ruangan, sedikit tertutupi oleh orang-orang berbaju putih, ada sesosok tubuh mungil yang memojok dengan selimut yang menggelunginya. Wajahnya tertutup oleh anak rambut yang berantakan, namun lelehan air mata dan bibir yang bergetar sangat menyolok mata.

Tidak lupa, tangan kurusnya yang gemetar heboh mengacungkan gunting yang entah dia dapat dari mana. Dia menggerakkannya acak, seolah mengancam agar tidak ada yang mendekat.

"Tuan Lee!" Seorang dokter berseru menyadarkan Mark dari proses mencerna suasana.

Haechan mengamuk. Traumanya sudah dimulai.

Mark mendekat perlahan. Lautan suster dan dokter otomatis membelah untuk memberi penguasanya jalan. Langkah kakinya hati-hati. Mark bersimpuh di depan Haechan, tepat satu jengkal orang dewasa di depan mukanya ada gunting yang menjadi senjata Haechan.

"Haechan-ah." Panggil Mark lembut.

Dia berusaha meraih tangan itu untuk mengambil guntingnya, namun Haechan dengan gesit bergerak. Jika saja refleks Mark tidak bagus, pasti sudah ada luka di bola matanya.

"Pergi!" Suara seraknya memenuhi ruangan. Haechan memalingkan wajah dengan suara tangisan menyayat. Satu tangannya mengeratkan selimut, melindungi tubuhnya dengan pikiran jika satu jengkal saja selimut itu turun dari tubuhnya, maka dia akan kembali dinodai.

"Jangan dekati aku! Kubilang pergi!" Haechan kembali menghunuskan guntingnya saat Mark mengambil selangkah lebih dekat.

Namun pergerakannya tertahan ketika dirasakannya gunting di tangannya menjadi lebih terisi beban. Dia mengintip.

Tes

Pupil matanya bergetar saat melihat satu tetesan darah mengotori lantai, dengan cepat menjadi noda besar yang menggenang. Apa yang sudah dia lakukan?

"Tu-tuan Lee, tangan anda."

Mark sadar dengan tindakannya. Ini cukup berbahaya dan sukses menyakitinya. Tapi luka sobek di telapak tangannya akibat menahan gunting yang terus diarahkan oleh Haechan, ini belum seberapa dibanding luka batin wanita tercintanya.

"Tidak apa. Kalian keluarlah. Biar aku yang menangani ini." Kata Mark tenang.

Seungjin, salah satu dokter yang ada di sana, memahami keadaan. Mereka tidak boleh membantah. Jadi dia meyakinkan rekan-rekannya untuk membiarkan Mark menangani pasien mereka.

Tersisalah Mark dan Haechan. Gunting itu sudah dilempar Mark hingga ke bawah ranjang, tempat yang tidak bisa dijangkau Haechan.

Ketika Mark hendak merengkuh tubuh mungil di hadapannya, Haechan menolak. Dia semakin memojok dan menutupi wajah serta tubuhnya.

"Pergi. Tinggalkan aku."
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi, Haechan."
"Kubilang pergi, Mark Lee!" Teriak Haechan.

Mark menggeleng, "Kau boleh marah. Kau boleh menangis. Kau boleh mengusirku. Tapi aku tidak akan pergi. Tidak lagi. Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian."

Untold Pain [MarkHyuck (GS)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang