Enjoy it
.
.
.
.Taeil duduk di samping ranjang Doyoung dengan ponsel di telinganya. Dia masih setia menemani istrinya yang sejak dioperasi belum juga memunculkan tanda-tanda mau sadar.
Sambil menyimak orang yang berbicara dalam panggilannya, dia terus memainkan jemari Doyoung dan sesekali mengelus perut rata itu.
"Aku sudah menerima lirik dan demo yang kau kirim. Hebat sekali kau bisa membuat lagu hanya dalam satu hari."
"Begitulah." Taeil hanya menjawab sekenanya.
"Tapi liriknya ini--" orang itu menghela berat.
"--aku langsung merasa seperti ada lubang kosong di hatiku setelah meresapinya."
Taeil terdiam. Lagu baru ciptaannya dibuat ketika dia merasa stres dengan keadaannya sekarang. Ditinggal bayinya dan menunggu istri yang sedang koma. Dia melampiaskan semuanya ke dalam barisan lirik dan deretan not balok yang bila dimainkan akan indah dan menyakitkan secara bersamaan.
Rasa kehilangan dan sesak kala menanti orang terkasih adalah yang Taeil rasakan sekarang. Dia enggan orang bersimpati padanya, dia tidak mau dikasihani, dia hanya ingin melalui lagu itu, orang-orang yang mendengarnya akan tahu betapa menyakitkannya kehilangan hal yang berharga dan sesak saat menunggu kekasih yang berada di ambang kematian.
Tidak ada kebahagian sampai akhir lagu itu. Karena pada kenyataannya, Taeil pun tidak merasa lubang di hatinya tertutup, sekuat apa pun dia coba memperbaiki dirinya.
"Kau baik-baik saja?"
"Tidak juga."
"Apa perlu kutemani disana?"
"Tidak perlu. Aku bersama istriku di sini."
"Aku turut berduka soal anakmu, Taeil."
"Tak apa. Dia sudah bahagia di sana. Aku sudah tidak apa-apa."Panggilan itu berakhir dengan Taeil yang mengatakan akan bekerja dari rumah sakit karena tidak ada yang bisa dimintai tolong untuk menjaga Doyoung. Lagi pula, Taeil juga tidak mau jauh-jauh dari cintanya.
"Kau harus bangun. Kau kuat, kan? Aku sudah terlalu lemah. Menghadapi abu anakku dan melihat kondisimu yang seperti ini sendirian, aku sudah tidak kuat."
.
.
.
."Apa benar disini?"
Waktu sudah agak sore saat gadis muda berseragam SMA berdiri ragu di depan sebuah pintu rawat rumah sakit. Tangannya membawa pot putih kecil berisi kaktus yang masih segar.
"Kata suster sih begitu." Dia sibuk bicara sendiri.
"Terus aku harus apa?" Dia jadi bingung sendiri.Tok Tok Tok
Pada akhirnya setelah berperang batin, dia mengetuk pintu kayu itu. Ada jeda beberapa detik sebelum akhirnya seorang wanita tinggi berparas manis menggeser pintu tersebut. Mereka saling berpandangan. Wanita dewasa itu dengan tatapan bingung, dan si anak muda yang kikuk.
"Hai, anak manis. Mencari siapa?" Wanita itu menyapa dengan nada menyenangkan.
"A-aku, aku, anu-" ditatap seperti itu, dia jadi salah tingkah sendiri.
"Apa ini benar ruang rawatnya Tn. Lucas Wong?"
Wanita itu tersenyum sambil memiringkan kepala, "Kau ada perlu dengan suamiku?"
"Bukan. Anu, maksudku, aku mencari Chenle. Chenle Wong. Dia teman kelasku." Suara gadis itu makin pelan.
Dia merasa bodoh dengan kelakuannya yang mendadak jadi gagu. Dia terlalu malu berhadapan dengan orang secantik, seimut, dan semanis wanita di hadapannya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold Pain [MarkHyuck (GS)]
Fanfiction"Kau lelaki bejat!" Lee Haechan, 18 tahun. "Ambil uang ini dan menjauhlah dari jangkauanku." Mark Lee, 20 tahun. ---- "Sepanjang hidupku, aku tidak pernah ingin tahu siapa ayah kandungku. Aku tidak peduli dengan orang yang seenaknya meninggalkan ibu...