sebelas

541 92 14
                                    

Happy reading, kalau ada typo mohon dimaafkan.
.
.
.
.
.

Bola kertas penuh coretan itu satu lagi menggelinding ke bawah, menyusul bola-bola kertas yang lainnya. Dengan wajah kusut terbenam di antara kedua tangannya ia menjatuhkan kepalanya di atas meja. "Aku lelah." gumamnya pelan, kemudian memiringkan kepalanya ke kiri, membiarkan pipinya menyentuh meja seutuhnya.

Ini sudah tahun ke-lima ia ada di agency itu, tapi masa depannya masih belum pasti mau dibawa kemana. Semuanya terasa semakin tidak jelas setelah Bang PD Nim berulang kali mengulang konsep musik yang akan mereka usung. Sepertinya CEOnya itu masih belum juga puas. Bahkan sekarang katanya akan ada penambahan satu lagi anggota baru. Tidakkah dia tahu kalau di dorm sekarang sangat sesak. Belum lagi pertengkaran-pertengkaran yang terus terjadi, itu membuat Namjoon enggan pulang dan memilih menghabiskan waktunya di ruang studio.

Tok.

Tok.

Tok.

Sejenak ia mengangkat wajahnya saat mendengar suara pintu diketuk dari luar. "Masuk." jawabnya setelah merapikan penampilannya.

"Kau membuat lagu lagi?" seseorang membuka pintu, sejenak berdiri menatapi Namjoon yang tengah sibuk membersihkan ruang studionya.

"Begitulah, Jin hyung. Bagaimana latihanmu?"

"Lumayan." Seokjin duduk di atas kursi tempat Namjoon duduk tadi "Lumayan menyakitkan." lanjutnya, yang langsung membuat Namjoon menoleh ke arahnya.

Setelah memasukkan sampah yang ia buat ke kantong sampah, tangan kanannya menarik kursi putar di depan komputer menghadap ke arah Seokjin. "Apa maksudmu?" tanyanya sambil menyamankan posisinya duduk di atas kursi.

Dilihatnya Seokjin menghela nafas lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, dengan kepala menengadah dan kedua matanya terpejam.

"Hyung...kau baik-baik saja, 'kan?" Namjoon sedikit merendahkan nada bicaranya, terdengar samar dan sedikit khawatir.

"Ya, aku baik. Hanya ingin istirahat sejenak."

Namjoon mematung sebentar, menatap Seokjin tanpa bereaksi. Hingga beberapa detik berlalu dalam keheningan barulah ia memulai percakapan lagi. "Ada masalah dengan latihanmu?" tebaknya.

Bukannya menjawab Seokjin malah mengangkat tangan kanannya yang bergelayut di sisi tubuhnya, menjadikannya penutup mata. "Aku takut tak sanggup memenuhi exspektasi kalian." ucapnya kemudian, mencoba mulai terbuka pada Namjoon, seorang pria cerdas yang ia anggap paling nyaman untuk diajaknya berbicara.

Sementara itu, Namjoon tengah menajamkan pendengarannya, berusaha menjadi pendengar yang baik sebagai seorang teman.

"Kau bisa nilai sendiri latihanku bagaimana? Bahkan Yoongi pun mulai lelah menunggu mengharap kemajuan vokalku. Kupikir kau juga, dan yang lainnya juga pasti sama."

"Rasanya aku ingin mundur saja. Aku bukan seorang penyanyi, Joon." keluh Seokjin sambil menurunkan tangannya dari atas kedua matanya lalu menegakkan punggungnya "Aku hanya ingin menjadi aktor bukan penyanyi." lanjutnya dengan mimik wajah frustasi.

Namjoon masih memperhatikannya, mencoba mencari tahu seberapa frustasi pria yang kini duduk dihadapannya. Hingga kemudian suara Seokjin terhenti. Barulah Namjoon menghela nafas.

"Saat Jin hyung mengambil keputusan untuk masuk dan menerima tawaran dari agensi ini apa yang kau pikirkan?" tanya Namjoon kemudian.

Tatapan mata Seokjin kembali menerawang. "Eomma." jawabnya singkat. Kemudian menarik nafas rendah "Aku seringkali menatap eomma terdiam setiap kali para tetangga atau ibu-ibu perkumpulannya bercerita dan membanggakan betapa hebatnya anak-anak mereka. Itulah kenapa aku ada di sini. Aku ingin sekali saja eomma bisa bicara dengan lantang bahwa beliau juga merasa bangga punya anak sepertiku. Dan eomma selalu mendukungku apa pun langkah yang ku ambil, eomma tak pernah menghalangiku Joon, beliau luar biasa."

Bulletproof (We Are Not Seven With You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang