delapan belas

529 109 29
                                    

Happy Reading.

Vote dan koment jangan lupa ya. Mks.
.
.
.
.
.

"Park Jimin......."

"Maaf kami tak bisa mendebutkanmu."

Jdarr!!!

Suara manager Sejin yang biasanya lembut, kini terdengar bagai sambaran petir bagi ketujuh member Bulletproof. Terutama bagi pria bermarga Park itu. Seketika ia terdiam, memaku diri di tempatnya. Kesadarannya seolah menguap lenyap  digantikan oleh rasa sakit dan sesak dalam dadanya. Hingga kemudian Taehyung memeluknya dan menangis di pundaknya barulah ia kembali menguasai dirinya.

"Jimin-ah...hiks..." isak tangis Taehyunglah yang terdengar pertama kali. Bagaimana pun sejak Jimin datang, Taehyung selalu menempel padanya. Mereka seperti saudara kembar yang baru dipertemukan setelah bertahun-tahun. Mungkin karena dua insan itu seangkatan, jadi keduanya selalu tak terpisahkan.

Tangisan Taehyung yang meledak pertama akhirnya membuat semua member turut menangis. Bahkan Jimin yang awalnya ingin berusaha untuk tenang pun menangis. "Sudah tak apa-apa. Mungkin aku memang belum layak bersama kalian, aku harus belajar lebih banyak lagi. Sudahlah Taehyung." ucap Jimin berusaha menenangkan Taehyung yang terus saja menangis. Dan sekaligus juga menenangkan dirinya sendiri.

"Jimin...." lirih Yoongi lalu memeluk Jimin dengan erat. Hingga tiga orang itu berpelukan. Kemudian disusul oleh Hoseok, Seokjin dan Namjoon. Sementara di sisi lain Jungkook malah sudah menangis sangat keras di tempatnya berdiri. Jungkook memaku diri enggan untuk bergerak. Hatinya merasa sesak membayangkan Jimin tak akan ada lagi di tengah-tengah mereka.

Sejenak Namjoon menoleh ke belakang punggungnya. Menatap Jungkook yang tampak begitu kusut. Maka kemudian Namjoon melepas pelukan bersama member yang lain, lalu berjalan ke arah Jungkook. Tanpa berucap sepatah kata pun Namjoon menarik tubuh remaja itu dan memeluknya erat. Membiarkan Jungkook menangis dalam pelukannya. "Jimin..... Hyung..." lirih Jungkook, terasa bagai hujaman belati di dadanya.

Sejatinya di antara mereka mungkin Namjoonlah yang paling merasa terpukul dan sakit hati. Ia sang leader, yang gagal mempertahankan groupnya bahkan sebelum mereka memulai langkah pertamanya. Namjoon menangis dalam diam. Tak ada suara yang keluar dari bibirnya. Selain bulir-bulir air mata yang berusaha dia tahan agar tak tumpah terlalu banyak. Namjoon sering kali menelan ludahnya yang bercampur denga cairan dari hidungnya yang tidak di izinkannya untuk keluar. Ia mencoba menelan semua kepahitan itu sendiri. Seluruh hatinya terasa dicabik-cabik saat menatap satu-persatu para member groupnya yang terus menangis dan saling menguatkan dengan Park Jimin.

Sementara wajah Jimin tampak begitu pasrah dalam kebisuan. Namjoon tahu bagaimana sakitnya perasaan itu. Karena dulu Namjoon pernah merasakannya. Namjoon pernah gagal debut berulang kali dan berakhir ditinggalkan oleh rekan-rekan traineenya. Sebelum akhirnya enam laki-laki asing yang tak ia kenal datang dan menjadi teman seperjuangannya yang baru, yang bahkan memberinya kepercayaan untuk memimpin mereka semua. Dan sekarang haruskah Namjoon membiarkan salah satu anggotanya gagal dalam perjuangannya dan melupakan mimpinya? Lalu bagaimana kalau agensi benar-benar mengeluarkan satu orang lagi? Dan berakhir mendebutkan mereka berlima. Apa Namjoon harus tetap diam saja dan membiarkan semua itu terjadi?

"Sekarang bagaimana, hyung..?" suara Jungkook dalam pelukannya membuyarkan lamunannya. Namjoon pun mengulas senyum tipis sambil mengusap punggung remaja itu untuk menenangkan sang makane kesayangannya.

"Tidak apa-apa, Jungkook. Untuk mencapai sebuah mimpi yang besar tidaklah mudah. Jika kita menyerah hanya karena tersandung batu kecil. Maka selamanya kita tak akan pernah melangkah maju. Mungkin ini adalah titik awal bagi Jimin dan kita semua untuk memulai hal baru yang lebih baik. Percaya saja pada alam dan biarkan dia membimbing kita pada apa yang kita yakini bersama."

Bulletproof (We Are Not Seven With You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang