3. Hari Penuh Kejutan

181 12 0
                                    

***

Ara pov

Hari ini, aku akan berangkat ke sekolah bersama kakak laki-laki ku. Bunda tidak bisa mengantar, sebab adikku Bunga sedang sakit dari semalam. Sebenarnya aku bisa naik bus saja, tapi bunda bilang kalau masih ada yang bisa nganterin, ya nggak perlu naik bus. Lumayan, uangnya bisa ku tabung untuk membeli buku.

Bang Farel, itulah panggilan dariku untuk kakak laki-laki ku ini. Dia, anak pertama sekaligus anak laki-laki satu-satunya dikeluargaku. Umurnya hanya berjarak satu tahun denganku, dan saat ini kami sama-sama menjadi siswa putih abu-abu.

Namun, seragam putih abu-abu kami berbeda, karena kami tidak berada disatu sekolah yang sama. Ketika lulus SMP, Bang Farel memutuskan untuk sekolah di SMK Ganesa, dan saat ini ia sudah menjadi siswa tahun akhir yang akan lulus. Sedangkan aku, lebih tertarik menjalani masa putih abu-abu dengan menjadi siswa SMA.

Apapun yang menjadi keputusan kami, asal itu tidak mengarah pada hal negatif, orang tua kami akan selalu menghargai keputusan dari anak-anaknya. Entah SMK atau pun SMA pada dasarnya keduanya sama-sama tempat mencari ilmu, juga tempat mengukir cerita, yang katanya masa putih abu-abu adalah masa sekolah yang paling indah.

"Bang Farel, cepetan, dong!" teriakku didepan pintu kamar bang Farel.

"Iya iya, ini baru kelar mandi," jawab bang Farel juga berteriak dari dalam kamar sana.

"Jam segini baru kelar mandi, kalo aku telat gimana?"

"Ya, pulang," balas bang Farel dengan mudahnya.

Jujur, aku tidak suka jika bunda menyuruhku berangkat dengan bang Farel. Bagaimana tidak, jarum jam sudah hampir menunjuk angka setengah 7 tapi abangku ini dengan santainya bilang baru kelar mandi.

Kalau ditanya mana yang paling bikin emosi dari kedua saudaraku, jawaban sama saja. Aku tidak bisa memilih mana yang lebih baik, juga tidak bisa memilih mana yang lebih aku sayang dari keduanya.

Selain Bunga yang seringkali menjadi penyebab aku tertawa, bang Farel pun juga tak pernah gagal dalam memainkan perannya sebagai seorang kakak. Kakak yang usil, tapi juga bisa menjadi orang yang paling terusik jika terjadi apa-apa dengan adiknya.

10 menit berlalu, motor besar berwarna hitam itu muncul bersama pemiliknya.

"Ayo naik!" perintah bang Farel padaku yang sudah cukup lama menunggu.

"Lama banget tau nggak." ucapku menahan tangis, takut jika telat.

"Nggak bakal telat, gak usah nangis." tenang bang Farel yang paham dengan raut wajahku.

"Kalau sampai aku telat, awas aja!"

"Tenang, gue anak didiknya bang Rossi."

Ya begitulah bang Farel. Seringkali berkendara dengan kencang dan sok yes. Waktu tempuh rumahku ke sekolah yang biasanya 30 menitan menjadi 20 menitan jika bang Farel yang mengendarai.

"Ini nih, yang bikin aku nggak suka berangkat bareng bang Farel," ungkapku sembari naik ke atas motor hitam besar itu.

"Yaudah berangkat sendiri aja sono."

"Gamau, orang bunda nyuruhnya bareng abang."

"Hilih."

***

Hari ini adalah hari dimana akan ada murid baru di kelasku. Ada beberapa keresahan mengira-ngira siapa yang akan menjadi teman sebangku itu. Bagaimana jika laki-laki kemarin? Semoga tidak. Aku akan merasa jauh lebih baik jika duduk sendiri daripada harus duduk bersama laki-laki itu.

Semoga (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang