17. Hujan Malam

28 3 0
                                        

***

"Do, nanti kalo temen aku ke sini tolong bukaiin pintunya, ya? mau kerja kelompok," kata Reyna pada Ardo. Laki-laki itu sedang bermain game online di ruang tamu.

Ardo menoleh sekilas, "Hmm."

"Aku mau mandi dulu," ucap Reyna berjalan meninggalkan ruangan.

Beberapa menit setelah percakapan singkat itu, bel rumah berbunyi, menandakan ada orang di luar sana yang Ardo yakini itu ialah teman Reyna. Ardo berjalan ke arah pintu dengan tangan yang masih sibuk berkutik dengan gamenya.

"Permisi, Reyna?" ucap seseorang dari luar pintu. Ardo menghentikan langkahnya. Dia mengenali pemilik suara itu.

Ardo menelan ludah, menegakkan tubuhnya, memasang wajah datarnya, menunjukkan sikap sok cueknya. Pintu terbuka, menampakkan pemilik suara yang baru saja Ardo dengar, suara itu tak lain ialah suara Chessy Arabelle Maheswari.

Ara sedikit terkejut saat pintu itu terbuka menampakkan seseorang yang bukan pemilik rumah, melainkan sepupu dari temannya.

"Masuk!" perintah Ardo menatap Ara sekilas lalu berbalik badan.

"Reynanya mana?" tanya Ara cepat sebelum laki-laki itu pergi dari pandangannya.

"Mandi," jawab Ardo tanpa menoleh, tangannya juga disibukkan dengan bermain game.

"Udah lama?" tanya Ara lagi.

Ardo membalikkan badan lagi, menatap ke arah Ara yang juga menatapnya dengan sedikit rasa takut. Ara merasakan ketidaksukaan Ardo dengan kehadirannya.

"Banyak nanya ya lo!" jawab Ardo sengit.

"Kok nyolot sih!" bantah Ara yang sudah kesal sendiri mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari laki-laki itu.

Rasa cemburu yang hadir, seringkali membuat manusia sulit mengendalikan sebuah kesal yang ada. Sejujurnya, Ardo benci dengan sikapnya ini. Mengapa dia harus semarah itu pada seseorang yang dikatakan bersalah saja tidak, menyimpan rasa kesal atas kecemburuan pada seseorang yang bisa dia sebut sebagai miliknya saja bukan. Namun, perihal perasaan memang seringkali tak semasuk akal itu.

"Masuk," ucap Ardo lebih lembut. Menyadari akan ucapannya tadi yang bisa dibilang menyakitkan.

Ara berjalan mengekori Ardo memasuki rumah Reyna dengan segala dumelan yang ada di dalam hatinya. Ingin sekali mengeluarkan segala makian itu untuk laki-laki ini.

Di ruang tamu milik Reyna, saat ini hanya di isi oleh mereka berdua. Hening, tidak ada perbincangan, yang ada ialah rasa canggung yang bercampur kekesalan yang belum juga melebur dari keduanya. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena pemilik rumah datang senyapkan keadaan yang tak nyaman itu.

"Wihhh, cecan udah dateng nich!" celetuk Reyna yang tiba-tiba merangkul Ara dari belakang kursi, membuat perempuan itu terlonjak kaget.

"Heh! Ngagetin aja." Ara menepuk tangan Reyna yang memeluk lehernya.

Ardo menatap sekilas pada kedua bocah itu. Lalu bangkit dari duduknya pindah ke ruang keluarga milik Reyna dan bergabung dengan mama Reyna yang sedang menonton televisi, membiarkan mereka berdua mengerjakan tugasnya.

Ara dan Reyna bersiap mengeluarkan bahan-bahan untuk tugas prakaryanya dan mulai membuat pot dari botol. Kerajinan andalan mereka.

Kurang lebih 2 jam mereka menghabiskan waktu untuk membuat tugas prakarya itu. Pot dari botol yang diberi lukisan dengan cat itu akhirnya selesai. Mungkin kedengarannya hanya pot dari botol biasa, namun keduanya berhasil membuat botol itu lebih mempunyai nilai seni dengan hasil lukisannya. Keduanya memang cukup memiliki ketertarikan di bidang melukis. Sekalipun belum semahir seorang pelukis, namun lukisan mereka masih cukup pantas untuk disebut 'Karya yang indah'.

Semoga (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang