Pada sebuah pertemuan yang tak tahu kedepannya bagaimana, semoga tak berjalan terbalik dengan harapan yang ada.
***
Hari Minggu, selalu menjadi hari yang dinanti bagi sebagian besar manusia. Terlebih, bagi seorang perempuan berambut hitam kecoklatan yang sudah tidak sabar lagi untuk pergi ke toko buku hari ini. Ingin sekali ia bisa segera memeluk beberapa novel di toko buku itu dengan uang tabungannya selama sebulan.
Dia, Chessy Arabelle Maheswari yang kerap kali dipanggil Ara. Perempuan dengan banyak dunia fiksi dihidupnya, yang entah sudah berapa banyak jejeran novel di kamar miliknya.
Jam menunjukkan pukul 08.30 pagi, Ara sudah sampai didepan sebuah toko buku yang masih terlihat tulisan close di bagian pintunya.
"Yah, masih tutup," keluhnya, karena memang setiap hari toko itu dibuka pukul 09.00 pagi.
krucuk krucuk...
Suara yang terdengar dari perut Ara, mengingatnya jika pagi ini dia belum sempat sarapan, bahkan belum menyuapkan apapun kedalam mulutnya. Ada banyak semangat perihal novel hingga rutinitas paginya terlupakan begitu saja.
Masih setengah jam lagi Ara harus menunggu toko buku itu dibuka. Dan supermarket, kini yang akan menjadi tempat tujuannnya. Perempuan itu beranjak dari tempatnya dan pergi ke supermarket yang terletak tidak jauh dari toko buku itu berada, ingin membeli roti untuk dijadikan sarapannya pagi ini.
Brukkk
Suara benda terjatuh ketika Ara berpapasan dengan laki - laki yang berumur tidak jauh darinya. Perempuan itu memungut dompet yang tergeletak didepannya.
"Hey, dompet kamu jatuh!" Ara reflek berteriak pada pemilik dompet itu, namun tak ada respon dari pemiliknya.
"Yang pakai baju hitam dompet kamu jatuh!" teriak Ara lagi namun tetap saja tidak ada respon. Entah ada masalah apa dengan telinga laki-laki itu, padahal teriakan Ara cukup keras, ia yakin itu.
Teriakan Ara membuat beberapa orang disekitar memperhatikannya. Ada perasaan tidak nyaman dengan pandangan yang ditunjukkan kepadanya. Alih-alih berteriak lagi, Ara memilih untuk mengejar laki-laki itu.
Sudah toko buku masih tutup, lupa untuk sarapan dan sekarang laki-laki itu membuat mood baiknya hari ini lenyap begitu saja. Ditambah lagi, hari ini perempuan itu sedang datang bulan. Rasanya ia tak punya banyak tenaga untuk mengejar laki-laki itu.
"Dasar bolot," gumamnya kesal.
Ara berlari dan berhenti tepat didepan laki-laki itu. Seperti ada yang mengganggu jalannya, laki-laki berbaju hitam itu pun menghentikan aktifitasnya yang sedari tadi sibuk bermain ponsel, dan matanya kini tertuju kepada Ara.
"Punya telinga nggak sih? Ini dompet kamu jatuh!" celetuk Ara sambil menyodorkan dompet ke laki-laki itu tanpa rasa takut.
"Punya. Punya mata kan?" balas laki-laki itu mengambil dompet yang disodorkan Ara.
"Kok ngatain!"
"Lo dulu yang mulai."
"Ya lagian diteriakin gak noleh-noleh."
"Emang tadi lo manggil nama gue?" ucap laki-laki itu dengan santai.
"Saya nggak tahu nama kamu, tapi saya tadi panggil orang yang pakai baju hitam. Dan kamu kanpakai baju hitam, seharusnya itu kamu noleh," terang Ara pada laki-laki yang ada dihadapannya sekarang.
"Oh, pengen tahu nama saya?"
Ara mengernyitkan dahinya, tengil banget nih orang.
"Apaansih, PD banget," sengit Ara dan memutuskan untuk pergi dari hadapan laki-laki itu. Berhadapan lebih lama dengan laki-laki ini hanya akan memupuk banyak amarah didalam dirinya. Semoga tidak ada hari lain untuk berurusan dengan laki-laki itu, bahkan bertemu pun jangan. Cukup sekali ini saja, semoga.
"Btw, makasih." ucap laki-laki itu sedikit berteriak, karena yang diajak bicara sudah beranjak.
"Basi!" balas Ara pelan mendengar penuturan dari laki-laki itu.
***
Terlihat tulisan close yang sudah berubah menjadi open dibagian pintu toko buku Kusuma Putri, toko buku langganan Ara. Ada banyak buku yang pernah perempuan itu beli dari toko ini, seperti novel, majalah, dan beberapa buku lain yang ada disini. Tak heran, jika pegawai di toko buku Kusuma Putri mengenali wajah dari perempuan itu.
"Selamat pagi, Ara," sapa seorang pegawai saat Ara memasuki pintu masuk toko buku itu.
"Selamat pagi juga mbak Murni," balas Ara dengan senyum manisnya.
"Mau beli novel, ya?" tebak mbak Murni dengan benar. Ara merupakan pengunjung setia yang setiap satu bulan sekali membeli novel di took buku ini.
"Hehe, mbak Murni tahu aja," kekehnya.
Ara mulai memasuki lebih dalam toko buku itu, dan sampailah di rak - rak berisi novel yang sangat menarik di indra penglihatannya. Matanya berbinar menambah keindahan bola mata coklat miliknya. Perempuan berkuncir kuda itu mulai memilih beberapa judul novel yang kiranya akan menarik untuk dia baca, sembari duduk di balkon rumahnya ditemani suasana matahari tenggelam yang selalu menenangkan.
"Hei!" Ara menoleh saat seseorang menepuk bahunya.
"Reyna!" seru Ara terkejut melihat sahabat masa SMP nya. Masa yang sudah usai sekitar satu setengah tahun yang lalu. Dan kini mereka telah menjadi siswa kelas 2 SMA di sekolah yang berbeda.
Ada setumpuk rindu yang kini kian berkurang sebab pertemuan telah menjadi penolongnya. Pelukan dari Reyna baru saja ia rasakan kembali, sudah lama ia tak mendapati pelukan itu.
"Ihhh Ara! Aku kangen buanget Ra sama kamu aaa," ucap Reyna dengan gaya bicara yang dibuat-buat.
"Lebaynya nggak ilang ya, mbak." Ara mencoba melepas rangkulan dari sahabatnya, sebab buku yang kini ia peluk dengan tangan kirinya hadirkan rasa tidak nyaman pada pelukan rindu itu.
"Dunia fiksi masih juga menjadi kesenangan kamu, ya," kata Reyna menatap buku yang ada dipelukan tangan Ara.
"Kamu selalu tahu, dunia fiksi yang tak nyata itu, seringkali bisa memberi rasa bahagia yang nyata bagi aku, Rey."
Dua manusia yang tak banyak berubah, masing-masing dari mereka pun merasakannya. Mereka masih merasakan tawa yang sama dengan kehangatan yang masih sama pula. Senang bertemu kembali, sekalipun bukan setiap hari.
Tawa keduanya yang mulai mereda, pun bersamaan dengan pandangan Ara yang tak sengaja terarah pada laki-laki yang tadi pagi ia temui. Laki-laki itu tengah berjalan memasuki toko buku Kusuma Putri.
"Mau ngapain tuh orang, aaa malesin banget," rengek Ara dalam hati.
Ternyata, semoganya 'tidak dipertemukan kembali' dengan laki-laki itu tidak terjadi sesuai harapnya. Tapi tak apa, setidaknya ia tidak berurusan dengan laki-laki itu. Masih ada semoga lainnya yang punya kemungkinan terwujud.
"Eh, a a ku pamit dulu, ya," pamit Ara dengan sedikit gugup. Perempuan itu berusaha mewujudkan semoganya 'tidak berurusan kembali' dengan laki-laki itu".
"Yah, buru-buru amat." Reyna menatap kecewa pada sahabatnya.
"Aku ada janji mau nemenin bunda belanja." Ara berbohong.
Maaf Reyna, mengakhiri pertemuan ini dengan cepat. Ada perasaan tak enak setelah mengucap kebohongan itu.
Ara langsung pergi ke kasir yang berada dekat pintu samping, dan keluar lewat pintu itu. Beruntungnya, toko buku Kusuma Putri mempunyai dua kasir juga dua pintu.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Semoga (On Going)
Fiksi RemajaTentang pertemuan itu, Ara tidak menginginkannya. Jika semesta mengizinkan, semoga tidak ada lagi segala bentuk pertemuan antara dia dengan laki-laki itu. Namun, perihal katanya dunia ini sempit, ternyata memang benar adanya. Mereka kembali bertemu...