15. Are You Jealous?

109 11 3
                                    

***

"Udah sampe mana?" tanya Ara pada seseorang di seberang telepon.

"Oh, udah di depan, yaudah aku otw ke sana." Ara memutuskan panggilan lebih dulu.

Sebuah mobil hitam berhenti tepat di samping Ara, saat perempuan itu tengah berjalan keluar menemui seseorang yang baru saja berbicara dengannya lewat telepon. Mobil hitam itu membunyikan klaksonnya berkali-kali.

Ara menolah gusar pada mobil hitam, bertepatan dengan kaca mobil yang terbuka memperlihatkan pemiliknya. Ara segera mengalihkan arah pandangnya saat melihat wajah dari pemilik mobil hitam itu.

"Mau pulang?" tanya Ardo setelah membuka kaca mobilnya. Kepalanya sedikit dimiringkan melihat ke arah Ara.

"Iya." Ara menjawabnya singkat, menatap laki-laki itu sekilas.

"Oh."

Ara hanya diam sebelum seseorang memanggilnya dari arah gerbang utama sekolah.

"Raa," panggil seorang laki-laki berseragam putih abu-abu dengan bet yang berbeda dengan bet seragam anak SMA Highclassy. Dia bukan murid di sini.

Laki-laki itu mengangkat tangannya, tersenyum menatap ke arah Ara. Begitu pula dengan Ara, perempuan itu juga tersenyum melihat laki-laki yang tengah berdiri di dekat gerbang sana.

Ardo yang masih berada di sana dapat menyaksikan interaksi tersebut dengan jelas dari dalam mobil. Menatap kedua manusia itu dengan segudang pertanyaan yang muncul di dalam pikiran.

Siapa?

Anak mana?

Pacarnya?

Udah punya pacar?

"Sok so sweet," gerutunya ketika melihat laki-laki yang bersama Ara mengelus puncak rambut perempuan itu lalu mengacak-acaknya.

Tanpa Ardo sadari rahangnya mengeras, terlebih saat melihat laki-laki itu kini mencubit pipi Ara gemas. Semakin memperhatikan, semakin Ardo merasa kesal melihat dua manusia itu.

Ardo melajukan mobilnya. Berlama-lama memandang dua manusia itu hanya akan membuat harinya terasa buruk, dan itu bukanlah pemandangan yang bagus untuk dilihat. Klakson mobil dengan sengaja Ardo bunyikan beberapa kali ketika melewati dua manusia yang mengganggu pandangan itu.

"Kenapa dia?" Laki-laki yang saat itu bersama Ara menoleh, menatap heran mobil hitam itu hingga keluar dari gerbang sekolah.

Ara mengedikkan bahu, "Gak tahu bang, gak pernah jelas," ucap Ara menanggapi pertanyaan Farel abangnya.

Ya, dia Farel, abang dari perempuan itu. Berjanji hari ini akan menjemput adiknya pulang sekolah, sekaligus akan membelikan minuman boba.

Ara sempat merasa bingung dengan sifat abangnya hari ini. Senyumnya merekah sepanjang mereka berjalan keluar, sikapnya lebih manis dari biasanya. Terlihat jelas hari ini suasana hati laki-laki itu sedang bahagia. Tak lupa, kali ini abangnya juga menjemput Ara dengan mobil. Bukan suatu hal yang biasa.

"Tumben pake mobil bunda?" tanya Ara penasaran."Mau beliin boba lagi, habis mimpi apa?" Ara memincingkan matanya heran.

Farel merangkulkan tangannya di bahu adiknya, berbisik, "Abang habis nembak cewek, tadi habis nganterin dia pulang juga."

Ara menoleh kaget, "Perasaan minggu lalu baru aja cerita nembak cewek, ganti lagi sekarang?"

Farel menonyor kepala Ara, "Gimana sih lo, kemarin itu abang yang ditembak, rut curut."

"Emang iya? Sok ganteng amat." Ara menatap sinis pada Farel.

"Emang ganteng."

"Kenapa nggak dianter pulang pakai motor kesayangan bang Farel?" tanya Ara menyindir motor kesayangan Farel yang seringkali membuat Ara emosi saat menaikinya.

"Pernah dulu sebelum jadian kita naik motor itu, tapi dia kaya kesusahan naik motor laki," terang Farel yang mengerti perempuan yang diceritakan itu tidak nyaman dengan motor yang dikendarainya.

"Ya emang motor abang tuh jamet. Nggak nyadar selama ini aku ngomel-ngomel?" ucap Ara menunjukkan kekesalannya selama ini.

Farel tersenyum, mencoba bersabar, "Untung mood lagi baik, kalau enggak udah gue buang punya adik kaya lo."

Pintu kanan mobil terbuka, Farel mengemudikan mobil milik bundanya, membelah jalanan yang ramai dengan beberapa siswa yang juga baru saja keluar dari gerbang utama sekolah.

***

Ara membaringkan tubuhnya di kasur, sibuk memilih beberapa foto yang dia ambil hari ini. Perempuan itu ingin mempostingnya di story Instagram. Rasanya sudah lama ia tidak memposting apapun di akun instagram. Terakhir 1 bulan yang lalu.

2 foto minuman boba rasa coklat dan juga matcha, foto yang Ara pilih untuk masuk di story Instagram yang nantinya juga akan berkumpul dengan foto di arsip Instagram. Tadi, sebelum meminum boba tersebut, Ara memfotonya lebih dulu. Biar jadi kenangan kalau hari ini abangnya berhasil mengambil hati seseorang untuk bisa laki-laki itu sebut sebagai miliknya. Ara ikut senang dengan hal itu.

5 detik berlalu, foto itu baru saja Ara posting di Instagramnya. Persis saat itu, di kamar milik Ardo, laki-laki itu melihat postingan Ara. Memberi komentar yang Ara saja tidak mengerti apa maksud laki-laki itu. Ara membuka roomchat nya dengan Ardo, dahinya terlipat membaca pesan yang baru saja Ardo kirim.

Adeardo.mhrdk

Replied your story

Bocil gak boleh pacaran

Arabelle.mhswr

Hah?

Adeardo.mhrdk

Bucin alay

Arabelle.mhwr

Bucin apanya coba? SOK TAHU!!!

Adeardo.mhrdk

HALAH!!!

Arabelle.mhswr

Gajelas sumpah

Read

Pesan itu hanya dibaca oleh Ardo. Ara mengangkat bahunya, "Nggak pernah jelas, heran".

Ardo melempar sembarang ponsel miliknya. Laki-laki itu mengusap wajahnya gusar, kesal sendiri mengingat pemandangan dua manusia sepulang sekolah tadi, juga kesal mengingat jika dia bukan siapa-siapa untuk bisa mempunyai amarah atas kecemburuan itu. Perasaan tak pantas itu terus saja membuatnya semakin kesal.

Mungkin hampir semua manusia juga merasa, jika perasaan cemburu untuk sesuatu yang bukan milik kita akan terasa lebih sakit dari rasa cemburu untuk sesuatu yang sudah menjadi milik kita.

"Kenapa nak?" tanya wanita paruh baya yang sudah berdiri di bingkai pintu entah dari kapan. Ardo tak tahu, bahkan suara gagang pintu yang berbunyi pun tak terdengar di telinganya.

Ardo sedikit terkejut, menoleh ke arah mama. Detik kemudian berdiri menghampiri.

"Nggak papa ma. Cape aja." Laki-laki itu sudah berdiri di hadapan mama. Mencoba tersenyum.

Yuni—mama Ardo sedikit berjinjit mengelus lembut kepala putranya. Waktu berlalu begitu cepat bukan, anak laki-lakinya kini sudah tumbuh menjadi remaja yang tinggi.

Ardo memendekkan tubuhnya agar mama tidak bersusah payah untuk berjinjit. "Gak perlu jinjit, ma."

Yuni tersenyum melihatnya perlakuan manis putranya.

Ardo selalu suka dengan elusan lembut mama. Ardo tersenyum hangat dan lega. Setidaknya dengan elusan lembut itu Ardo bisa mengalihkan kekesalan yang ada sebelumnya.

"Ayo makan, mama baru aja masak," ajak Yuni untuk makan malam bersama.

Ardo mengangguk senang. Sekarang dia sudah jarang menikmati masakan mamanya. Tidak seperti dulu, setiap hari perutnya selalu di isi dengan masakan mama.

Yuni seringkali juga merasakan kerinduan pada kehidupan yang dulu. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada manusia yang hidup tanpa ujian di dalam hidupnya dan semua masa tidak ada yang akan abadi di dunia ini. Hidupnya mungkin tidak seindah dulu, tapi setidaknya masih ada hal yang bisa ia syukuri dengan adanya Ardo di sini.

Bersambung...

Semoga (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang