***
"Eh, Ra. Minggir bentar dong." Vino menyenggol pelan bahu Ara yang kini tengah duduk dibangku bersama Reyna.
Vino merupakan teman sekelas Ara. Ketua kelas di kelas XI - IPA 2. Laki-laki itu tertarik pada Reyna sejak pertama perpindahan Reyna di kelas mereka. Vino yang dikenal sat set dan to the point dengan tanpa ragu berusaha mendekati perempuan itu.
Seperti halnya sekarang, Vino ingin duduk disebelah Reyna. Mengajak Reyna bicara kini sudah menjadi hobi dari laki-laki itu. Akan selalu ada perasaan senang ketika berbicara dengan orang yang kita disukai. Dan itulah hal yang kini juga Vino rasakan.
"Gamau," tolak Ara.
"Bentar doang, Ra." Vino membujuk.
"Halah, gak ada."
"Ayo dong, Ra. Lo cantik banget sumpah," bujuk Vino sekali lagi dengan kata pujian yang bagi Ara itu terkesan menggelikan.
"Dari dulu," balas Ara yang beranjak dari tempat duduknya. Pada akhirnya perempuan itulah yang harus mengalah dan memilih berpindah dari tempat duduknya.
"Nah, gitu dong dari tadi."
Di sisi lain, Gavin juga melakukan hal yang sama pada Farah. Laki-laki yang menjadi teman sebangku dari Vino itu pun tentunya juga ingin melakukan hal yang serupa. Gavin ingin duduk disamping Ica--pacarnya. Semua seisi kelas mungkin tahu bagaimana senangnya Gavin ketika mendengar banyak cerita dari Ica. Begitu pula dengan Ica yang seringkali tertawa dengan segala hal yang laki-laki itu tunjukan padanya. Serasa semesta hanya diciptakan untuk mereka.
"Setelah istirahat harus balik ketempat duduk sendiri!" peringat Farah yang sudah berdiri dari tempat duduknya.
"Iya iya gampang, udah sono." Dito mengibaskan tangannya mengusir.
Di bangku paling pojok, bangku milik Gavin dan Vino yang sementara harus ditempati oleh Ara dan Farah. Sungguh itu tempat yang sangat aman jika digunakan tidur saat jam pelajaran berlangsung.
"Ngungsi mbak?" Farah mendekati Ara yang sudah duduk disana lebih dulu.
"Iya mbak, mbaknya juga?"
"Iya mbak, sering malah dari kelas 10."
"Wah, keren kak." Ara tertawa kecil mengingat entah sudah keberapa kali temannya itu pindah tempat duduk dengannya ketika Dito memintanya pindah. Tapi disisi lain Ara juga bersyukur, karena hal itu dia mempunyai teman sebangku sekalipun hanya sementara.
"Terimakasih kak, bukankah kita juga harus senang melihat teman kita senang?" Farah tersenyum paksa mengucapkannya.
"Siap, betul kak."
"Apaan sih anjay!" seru Farah memukul lengan Ara yang terus saja meladeni perkataan aneh darinya.
Keduanya tertawa.
"Udah Far, duduk! Bu Ria dateng tuh." Ara mengarahkan pandangnya pada guru wali kelasnya, sekaligus guru fisika di kelas XI-IPA 2 yang baru saja memasuki kelas.
Farah yang semula berdiri, kini telah merubah posisinya menjadi duduk disebelah Ara, bersamaan dengan kebisingan dari anak-anak kelas XI IPA 2 yang mulai menyurut mengisyaratkan pelajaran fisika siap untuk dimulai.
Soal fisika tak jarang membuat siapapun merasakan pusing jika melihatnya. Begitu pula dengan Ara, ditengah-tengah mengerjakan tugas dari bu Ria, diam-diam perempuan itu memainkan ponselnya sejenak, memberi rehat pada otaknya.
Beberapa notifikasi muncul diponsel milik perempuan itu. Salah satunya notifikasi whatsapp dari Vino. Laki-laki itu meneruskan pesan yang dikirim oleh Reno--pacar Farah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semoga (On Going)
Teen FictionTentang pertemuan itu, Ara tidak menginginkannya. Jika semesta mengizinkan, semoga tidak ada lagi segala bentuk pertemuan antara dia dengan laki-laki itu. Namun, perihal katanya dunia ini sempit, ternyata memang benar adanya. Mereka kembali bertemu...