24. Hujan dan Remaja SMA

40 3 0
                                    

"Mau kemana?" Motor Ardo baru saja keluar dari parkiran sekolah menghampiri Ara. Lagi-lagi Ara harus menemani laki-laki itu sepulang sekolah.

"Belum tau."

"Mendung." Ara mendongak menatap langit sekilas.

"Mendung belum tentu hujan, Ra." Ardo menyerahkan helm pada perempuan itu.

Ara menghela nafas mendengarnya. Ada benarnya apa yang dikatakan Ardo, sedari pagi mendung memang sudah datang namun hujan tak kunjung turun, matahari pun enggan untuk muncul.

Ardo menunjuk jok belakang dengan gelengan kepala, memberi isyarat agar perempuan itu segera naik. Ara memasang helm yang dipegangnya lalu menaiki motor Vespa yang tak lama pergi meninggalkan area parkiran.

Udara terasa lebih dingin saat mendung seperti ini. Di jalan yang mereka lewati angin berhembus sedikit lebih kencang dari biasanya, membiarkan pepohonan di tepi jalan menggerakkan daun-daunnya lincah. Tidak ada matahari yang memberi kehangatan di sana.

"Ra, dingin ya?" tanya Ardo sembari menggosok batang hitungnya yang sedikit flu.

"Enggak," jawab Ara yang memang tidak merasa kedinginan dengan suasana di atas motor sana. Lebih tepatnya sore ini terasa sejuk baginya.

Ardo hanya mengangguk, syukurlah.

"Gerimis!" seru Ara yang merasa rintik hujan perlahan menetesi tangannya.

"Iya, neduh dulu ya."

"Langsung pulang aja."

"Hujannya makin deras, Ra," ucap Ardo sedikit berteriak karena hujan semakin deras membasahi mereka.

Di halte depan, mereka berhenti dan memilih untuk berteduh di sana. Hujan dengan cepatnya turun semakin deras seolah tak bisa menahan lagi untuk tidak turun sedari pagi.

"Kata siapa tadi nggak hujan," sindir Ara.

"Kata siapa?"

"Kamulah!" Ara mengusap wajahnya yang basah.

"Gue bilang belum tentu hujan, bukan tidak hujan. Ini pake!" Ardo melepas jaket parasitnya lalu memberikannya untuk Ara. Perempuan itu tidak mengenakan jaket atau pun kardigan, bajunya basah.

"Enggak, makasih."

"Pake nggak?!" paksa Ardo.

"Nggak mau!"

Ardo langsung menyampirkan jaketnya menutupi tubuh perempuan yang mungkin kedinginan itu. Tidak peduli dengan dingin yang begitu menusuk di kulitnya sendiri sejak dia melepas jaket.

Keduanya duduk di halte menunggu hujan yang tak kunjung mereda. Melihat orang-orang berlarian dengan payungnya, berkendara dengan jas hujannya, wiper kaca mobil yang bergerak menyapu air dikaca depan, juga air hujan yang mengalir ke selokan membawa daun yang berjatuhan di dekat jalan.

"Mau ke gerai depan sebentar." Ardo berdiri, menunjuk gerai depan dengan arah pandangnya.

"Ikut." Ara ikut berdiri.

"Di sini aja, hujannya deras. Cuma sebentar."

Ara melihat hujan yang memang turun begitu deras, suara hujan terdengar keras di atas atap halte, "Jangan lama-lama."

"Iya, nggak lama."

"Yaudah, ini jaketnya pake."

"Nggak perlu."

"Pake, nggak!?" desak Ara menirukan Ardo beberapa menit yang lalu.

"Nggak!" Ardo langsung berlari meninggalkan perempuan itu.

Semoga (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang