Chapter 35 Penyatuan Dua Hati

3K 358 21
                                    

Ketika dua hati telah menjadi satu, berjanji untuk saling setia. Perasaan tidak akan pudar sekalipun tergerus oleh jarak dan waktu.

🍁🍁🍁

Gaun Canna yang lembut mengikuti lekuk tubuhnya melambai tertiup angin. Pepohonan terdengar bergemerisik, Canna menoleh ke arah bunyi itu. Di hadapannya muncul sosok menawan yang menguasai pikirannya sejak dia bisa mengingat.

"Canna." Suaranya merdu, tersirat kerinduan. Matanya gelap pekat memandangnya, hanya dia. Seakan hanya bayangannya saja yang selalu memenuhi bola mata itu.

"Kak." Air mata mengalir, sudah sekian lama tidak bertemu sosok itu. Kerinduannya meluap. "Kakak." Dia memanggil lagi, mereka memeluk dengan begitu erat, sampai terasa sesak.

"Canna."

"Kakak."

Rex memeluknya seperti begitu takut terlepas, menghirup sebanyak mungkin aroma tubuh Canna, seakan mereka akan segera berpisah lagi dalam hitungan detik.

Seandainya hidup manusia begitu mudah, kenapa harus begini kisah cinta mereka. Kenapa harus sesulit ini? Bukankah sampai saat ini keduanya hanya memiliki rasa pada satu sama lain, tanpa pernah sedikitpun ingin menghilangkan rasa itu.

Begitu lama saling mendekap, merengkuh dan memeluk. Air mata membanjiri kain yang melapisi tubuh mereka berdua.

"Jangan nangis. Itu membuat kakak terluka." Rex berbisik di telinganya, tidak tahan ingin menggigitnya pelan.

"Habisnya. Aku sedih."

Rex membawa Canna ke gazebo itu, villa milik keluarga Nyxali. Sudah membuat rencana agar pertemuan itu tidak diketahui siapapun, dari pihak keluarga Vankodia ataupun Emery. Canna berpura-pura menuruti papanya begitu juga sebaliknya. Diam-diam saling mencari cara untuk bertemu, secara sembunyi-sembunyi.

Dulu tidak perlu bersembunyi untuk bertemu, mereka akan saling menyentuh, bercengkrama, tertawa. Rex membelai rambut Canna, menyelipkan ke belakang telinganya.

Wajah Canna basah oleh air mata, terlihat bagai seorang dewi. Wajahnya berkilauan. Semakin hari semakin menghantui mimpi Rex. Bibirnya yang merah pucat ditelusuri dengan jari.

"Jangan berbuat begitu." Canna mendesah.

"Kenapa? Di sini tidak ada yang lihat." Rex tersenyum.

"Takut. Kakak seperti mau pergi dari aku." Canna melingkarkan kedua tangan di pinggang Rex, merebahkan kepala di dadanya.

"Itu nggak mungkin. Selalu, kakak selalu bilang ingin bersama Canna selamanya."

"Aku juga. Tapi, ternyata hal itu cukup sulit saat ini." Bulu mata Canna yang panjang menyatu, ingin tertidur selamanya dalam kenyamanan hangat dan wangi seorang Ysander Rex.

"Tidak juga. Kita selalu bersama, hanya raga saja yang saat ini berjauhan."

"Kata-kata kakak sangat puitis." Canna tertawa, padahal bekas air mata masih tertinggal di kelopak mata dan pipinya.

Rex menarik tubuh Canna lebih dekat ke pelukannya, sekarang mereka berhadapan. Dulu saja mereka sering lebih dekat dari ini, bahkan tidur bersama. Tapi sekarang, debaran jantung Rex mungkin terdengar sampai ke telinga perempuan itu. Canna memandangi wajahnya.

"Sekarang Canna yang menatap kakak, seperti Canna ingin meninggalkan kakak."

Ah, menyedihkan. Rex mau selamanya bersama dia.

"Aku nggak sanggup pisah lagi." Mata Canna mulai basah lagi. "Kak, ayo kita pergi berdua ke suatu tempat."

"Ayo. Sejak dulu kakak selalu mengajak."

Menyekap Rasa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang