Chapter 2 Peony

4.8K 536 84
                                    

Ketika kamu membiarkan hatimu menjadi padang pasir, jangan berharap bunga-bunga akan bermekaran.

🍁🍁🍁

Ethan melirik wanita cantik di hadapannya. Tidak ada rasa takut, beliau sangat anggun dan lembut. Ethan tertawa dalam hati. Bujuk-bujuk sedikit nanti.

"Apa lagi kali ini?"

"Biasalah, Ma, anak muda. Ma, jangan kasih tau papa."

"Anak muda? Jadi menurut Ethan, mama nggak pernah muda?"

"Sekarang permasalahan remaja sudah lebih kompleks, Ma."

"Pintar sekali bicara."

"Iyalah, siapa dulu mamanya."

"Kata Bu Erika kamu berkelahi dengan anak kelas IPA, rebutan cewek."

Ethan menggaruk kepala.

"Jadi anak cewek itu pilih kamu atau lelaki yang satunya?"

"Lho malah nanya itu?" Raut wajah Ethan terlihat heran.

"Iya. Papa kamu dulu juga pernah berkelahi karena rebutan mama." Wanita cantik itu tertawa geli. "Aduuh mama jadi ingat waktu muda dulu."

Ethan melongo. "Nggak percaya." Papanya kaku begitu.

Mama Ethan menjitak kepala putranya, "Coba mama mau lihat mana ceweknya?"

Ethan mengambil ponselnya dengan bersemangat, menunjukkan foto Sheryl pada mamanya.

"Cantik."

"Tentu saja, ini cewek paling cantik di sekolah, Ma." Senyum mengembang dari bibirnya.

"Emang dia mau sama berandal macam kamu?"

"Mama nggak tau aja kalau aku ini di sekolah paling keren. Sedangkan Sheryl, dia putri keluarga Emery yang pengusaha itu, pas kan, Ma, sama aku?"

"E-Emery?"

Ethan mengangguk sambil senyum-senyum. "Satu sekolah mendukung kami, Ma. Eh ada bocah laki-laki yang mau nikung aku."

"Coba mama lihat lagi?" Wajahnya memang familiar. Wanita itu memandang ke arah anaknya.

🍁🍁🍁

Canna berjalan mengendap-ngendap di rumahnya, sudah jam dua belas malam. Semua lampu di ruangan yang dia lewati telah dimatikan.

"Kak Rex." Canna mengetuk pintu kamar kakaknya. "Kak ...."

Pintu itu terbuka, dengan wajah mengantuk Rex membuka matanya. Menghembuskan nafas.

"Kak Rex kayak nggak senang aku datang," kata Canna manyun.

"Tau jam berapa ini?" Rex menjatuhkan lagi tubuhnya ke kasur. Canna menutup pintu kamar Rex. 

"Ini."

Rex melirik, matanya sudah mengantuk sekali.

"Apa?"

"Scented Candle. Buat permintaan maaf."

Canna menyalakan lilin itu, "Wangi kan?"

Rex tertawa, kemudian mengangguk. Canna merebahkan diri di samping Rex. "Kakak nggak marah sama aku kan?"

Rex menggeleng.

"Sudah sembuh." Canna mengusap ujung bibir Rex.

"Wangi apa ini?"

"Katanya Peony. Kakak tau bunga Peony? Lilin ini terlalu bagus jadi nggak pernah aku pakai, sekarang nggak apa karena untuk Kak Rex." Canna terkikik.

Menyekap Rasa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang