Chapter 36 Perkara Dendam

2.9K 364 34
                                    

Perkara dendam bukanlah mudah, ketika memutuskan menyimpan dendam barangkali juga memutuskan untuk menyia-nyiakan masa muda.

🍁🍁🍁

Lima tahun kemudian,

"Matthew....Matthew...Mau sampai kapan menyimpan kemarahan?"

Matthew tidak bersuara. Dia ingin menyalahkan diri sendiri tapi tidak tahan, akhirnya membagi sedikit kemarahan pada pria itu.

Sejak awal, harusnya Matthew tetap pada keputusannya hanya saja dia dipengaruhi oleh pria itu. Membuatnya jadi egois dan serakah. Akhirnya bertahun-tahun merasa makin kesepian dan hampa. Matthew mematikan ponsel. Dia duduk di ruang kantornya. Menelepon putri kesayangannya sekarang sangat jarang diangkat, sudah setahun lulus dari London. Menjadi sosok yang workaholic juga dingin. Bahkan nyaris tidak pernah pulang ke rumah.

Tidak mau menyentuh lagi biola, berkata akan bekerja di perusahaan keluarga Emery untuk membalas hutang telah di besarkan oleh Matt selama ini. Matt sudah mengatakan kalau dia adalah anak kandungnya, tapi dia menolak. Tak peduli atau tak mau percaya.

"Nona Sheryl masih sibuk dengan proyek hotel." Canna mengambil kuliah Bisnis dan Manajemen di London. "Nona menolak ajakan makan siang tuan." Bawahan Matt berkata.

Hubungan Matt dan Canna jadi sangat renggang, Canna menjauhinya. Bahkan selama berkuliah tidak pernah pulang. Kalaupun Matt ke sana, hanya bersikap dingin. Tidak ada lagi keceriaan dan kasih sayang hangat yang dulu selalu Canna perlihatkam untuknya.

Sialan! Sudah setua ini Matt barulah menyesal, dua orang belahan jiwanya sudah bertahun-tahun tak pernah dia peluk. Rex, bahkan, betapa Matt mencintai anak itu sejak wujudnya masih bayi merah dulu. Rex sama dengan Canna tidak pernah kembali, dia tinggal di California bersama Mika. Sedang Matt memantau Randy yang sering mengunjungi anak itu. Telepon dari Matt tidak sekalipun diangkat, setahun dua kali seperti zaman kuno, Rex akan mengirimi kartu pos pada hari ayah dan lebaran.

Matt orang yang setia, kenapa nasib mempermainkan dia begitu. Dia tidak menyalahkan Simon, sekalipun banyak rencana gila Matt berhasil karena bantuan pria itu, seandainya dia tidak mau, Simon juga tidak memaksa. Dulu saat hati Mika beralih ke Randy, entah sudah berapa kali Matt mencoba berbagai cara memisahkan mereka. Selalu gagal karena Randy dan Mika setia sekalipun menjalani hubungan LDR, tidak pernah melakukan hal aneh. Belum lagi mama Mika, Maria, mengawasi dia dengan ketat.

Di hari Mika melahirkan, Matt menyuruh Simon menculik bayi yang baru saja lahir. Bermaksud membuangnya untuk menyiksa Mika dan Randy, mengganti dengan bayi yang mirip. Sulit juga mencari saat itu, tapi dengan uang apa yang tidak mungkin?

Hanya saja ketika menggendong bayi merah itu, Matt seketika jatuh cinta. Entah bagaimana Matt memikirkan rencana agar anak itu jadi anaknya selamanya. Dia membayar seorang wanita, temannya yang sedang kesulitan karena keluarganya bangkrut. Menanamkan spermanya untuk membuatnya hamil. Maka lahirlah Canna.

Betapa hidup Matt menjadi indah dengan kehadiran mereka berdua, dia sampai tidak memikirkan kebencian pada Randy. Bahkan tidak berpikir mencari wanita untuk kepuasannya.

Saat itu Matt melihat betapa wajah Rex sangat gembira melihat Mika, membuat Matt marah. Dia memutuskan untuk merebut Rex selamanya, tak mau Rex kembali pada keluarga itu.

Rex dan Canna menjadi bagian hidupnya, ya...sejak awal Matt tidak bermaksud memisahkan mereka, justru Matt ingin mereka bersatu kemudian memilih dia. Bertiga menjalani hari-hari kebahagiaan. Sayangnya, Rex memilih tinggal bersama keluarga kandungnya, membuat Matt murka. Berharap dengan dilarang bertemu dengan Canna, Rex akan kembali.

Matt tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam pikirannya, kasih sayang Canna dan Rex sangat dalam, sudah dia pantau sejak lama. Mereka ternyata memilih berkorban perasaan. Berpisah. Menyakitkan, perpisahan mereka paling membuat Matt sangat terluka.

Meninggalkan Matt dalam putaran kehampaan dan kekosongan tanpa akhir. Matt meremas kepala dengan kedua tangannya. Bagaimana caranya? Dia ingin...Canna dan Rex kembali pada dia. Saat itu harusnya Matt menerima, ketika tau kalau Mika dan Randy bahkan menyetujui untuk menahan diri pada kebencian terhadap Matt untuk kebahagiaan Rex. Dilihat dari sudut manapun mana mungkin ada orang tua yang mengizinkan anak yang telah dipisahkan selama belasan tahun menjalin hubungan dengan anak si penculik. Sayangnya Matt nekat, lebih mementingkan ego ketimbang perasaannya.

Matt menelepon Canna lagi, kali ini dia akan mengajak Canna berbincang. Bagaimana lagi, dia telah pernah merasakan kebahagian bersama anak-anak yang dikasihi. Mengalami hal seperti ini sangat menyedihkan, Matt juga tak ingin menyendiri sampai tua. Telepon yang tidak diangkat membuat Matt keluar dar ruangan, bersama supir menuju kantor cabang tempat Canna berada.

"Papa." Canna tampak kaget melihat Matt menerobos masuk di tengah brain storming yang dia lakukan bersama timnya.

"Papa mau bicara."

Canna berdiri, meminta asistennya membereskan ruangan dan timnya untuk mengakhiri pertemuan.

"Ada apa?"

Wajah Canna begitu cantik, Matt akui Canna mirip dirinya versi perempuan.

"Makan siang bersama dan jangan menolak," ujar Matt tegas. Canna mengikuti papanya, pergi ke restoran. Papa sengaja membawa Canna makan di restoran favorit mereka bertiga dulu.

Setelah memesan menu dan terdiam dalam keheningan sampai waiter menghidangkan minuman mereka, Matt bertanya. "Apa kamu tau kabar kakakmu?"

"Kakak yang mana, Pa? Seingatku saat ini aku tidak memiliki kakak." Canna menyesap lemon tea-nya. Memandang lurus pada Matt. Seketika Matt butuh udara lebih banyak untuk mengisi paru-parunya yang sesak.

"Papa sudah tidak berhubungan dengan om Simon."

Canna bahkan tidak mengedipkan mata, hanya bergumam. Oh ya? Matt melihat betapa keras kepalanya Canna, mengingat dengan jelas itu adalah sifatnya. Sifat yang bisa jadi buruk atau baik, tergantung dipergunakan untuk apa? Bukankah dia sama, keras kepala.

"Pa, beberapa hari yang lalu aku menerima telepon."

Matt tersenyum, mungkin Canna juga rindu bermanja padanya. Pastilah begitu, Matt harus berusaha menyeretnya untuk sering bertemu secara paksa.

"Siapa sayang?" Matt bertanya penuh kelembutan.

"Seorang wanita," sahut Canna.

"Apa yang dia katakan?"

"Menanyakan apakah aku anak dari Matthew Emery."

Kening Matt seketika berkerut, dia bertanya. "Untuk apa dia menanyakan itu? Apa dia menyebutkan namanya?"

"Tidak." Canna mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Waiter datang mengantar hidangan.

"Mungkin saja, itu klien yang ingin bekerja sama."

"Aku merasa itu..."

Matt meneliti setiap jengkal wajah Canna. Canna memandang wajah Matt lagi, mata sayu juga teduh. Tak ada senyuman di wajahnya seperti dulu, Canna selalu murah senyum.

"Ya sayang?"

"Mamaku."

Matt sekarang kehabisan nafas. "Itu tidak mungkin."

Bahkan saat ini Matt tidak yakin akan ucapannya.

🍁🍁🍁

March, 23rd 2020

Menyekap Rasa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang