Chunji buru-buru menyembunyikan cek itu di belakang tubuhnya. Sedangkan Eunji semakin melonggokkan badan ingin melihat.
"Kau salah, itu bukan cek. Tapi struk," kata Chunji cepat, lalu memasukkan cek itu ke dalam saku celananya di belakang.
Eunji menautkan alisnya, dia tahu jika kakaknya itu berbohong.
"Aku tidak bodoh, kau belum ke kasir sama sekali, lalu itu struk darimana?" tanya Eunji lagi, dia tidak mau diakal-akali oleh Chunji lagi. Jika itu adalah cek dari ayahnya, maka Eunji harus minta juga. Tidak boleh ada pilih kasih.
"Itu dari Appa ya?" Chunji diam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
Mengetahui hal tersebut Eunji jadi meninggikan dagunya, memasang wajah datar kemudian pergi dari hadapan Chunji dengan ponsel yang sudah terhubung memanggil seseorang.
"Appa!"
Chunji yang mendengar panggilan itu buru-buru mengikuti Eunji. Bisa berbahaya jika ayahnya tahu.
"Appa memberikan Chunji sebuah cek, itu tidak adil! Aku mau juga!" Pekik Eunji.
Namum berikutnya Eunji jadi menjauhkan ponsel itu dari telinganya, merasa bising karena suara sang ayah yang berteriak.
Melihat kesempatan itu Chunji berniat menyahut ponsel Eunji dan mematikan panggilan ayahnya, namun niatnya urung saat ponselnya sendiri malah bergetar.
Dengan sangat jujur, badan Chunji rasanya lemas. Keringatnya tiba-tiba keluar dari pori-pori, suasananya jadi mencekam dengan sendirinya. Padahal dia saat ini berada di Supermarket ber AC. Tapi tetap saja saat melihat ibunya di layar kaca ponselnya membuatnya meneguk ludah kasar. Tangannya berkeringat gugup, apakah salah memegang uang banyak?
Ponselnya semakin bergetar, membuat rasa cemasnya berkali lipat. Dia melirik adiknya yang masih saja mengomel dengan ponsel di telinganya, lalu apa yang akan Chunji dapat saat mengangkat panggilan ibunya.
Semakin larut, raut wajah kian gelisah, tidak ada pilihan lain selain mengangkat panggilan itu.
"Chunji?" Merasa namanya disebut dia jadi menoleh ke arah Eunji yang juga tengah melihat ke arahnya. "Hm, dia memegang ponselnya," dada Chunji langsung tersentak begitu saja, ini benar-benar berbahaya.
"Cepat angkat telfon, Eomma bodoh!"
"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kau yang bodoh!" gerutu Chunji dalam hatinya.
Setelah menggeser tombol hijau di layar ponselnya, Chunji tersenyum berusaha menguatkan keadaan, kemudian dengan hati-hati dia menempelkan ponselnya ke telinga.
"Yoboseyo?"
"KAU DAPAT CEK DARI MANA?!"
MATI KAU! MATI KAU!
"Eh... Itu milikku Eomma," cicit Chunji.
"Jangan berbohong, Eomma tanya baik-baik dan kau harus menjawabnya dengan jujur," kata ibunya di sebrang telfon. Sang ibu memang menanyakannya secara baik-baik, tetapi tidak dengan nada suaranya, dingin dan menyeramkan.
"Itu... anu," perkataan Chunji berhenti begitu saja, dia tidak tahu harus bicara apa. Mungkin bicara secara jujur bisa dengan mudah, tetapi menurut Chunji itu bukan sesuatu yang tepat.
"Bicara yang jelas," kata sang ibu lirih dan menakutkan.
"Punyaku," balas Chunji singkat.
"Eomma tahu, tapi dari siapa? Appamu tidak mungkin memberikan cek, oh jangan sampai, berapa uang dalam cek itu?" tanya ibunya lagi membuat Chunji seakan menelan bulat-bulat ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Youth Season 2
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Seberapa susah saat mencari teman yang benar-benar teman? Mungkin dulu punya, seorang teman yang mengerti apa adanya. Namun seiring berjalannya waktu dan kembali dipertemukan dengan teman di masa lalu, apakah akan berakhir sama...