Sekarang pukul 02.15 pagi, dua jam setelah acara balapan liar itu rusak tidak berbentuk padahal banyak sponsor besar saat itu dan sekarang jadi rugi besar. Tidak ada yang tahu bagaimana polisi datang, karena yang mereka yakini tidak ada yang bocor perihal acara malam itu.
Berlalu jam berarti menandakan kelima remaja tadi sudah didepak dari kantor polisi, mereka pulang dengan selamat, walaupun atas bantuan kakek Chunji dan Eunji.
Sebenarnya tidak serta merta mereka bisa bernapas lega karena perkara kantor polisi telah usai, buktinya Chunji dan Eunji yang sangat terpaksa harus masuk ke dalam mobil kakek mereka merengut dengan pikiran buruk. Membiarkan mobil Chunji diderek di belakang. Kakek mereka berdua tidak banyak bicara, tapi keduannya yakin jika akan ada hadiah besar menanti.
Angin berembus kencang kala mereka keluar dari mobil, membuat suasana sangat tidak enak. Dalam artian, seperti akan ada badai menerpa mereka, benar-benar buruk. Keduanya dibiarkan masuk terlebih dahulu sedangkan sang kakek mengurusi mobil Chunji.
Saat akan membuka pintu, Chunji berhenti, membuat Eunji menabrak tubuh lelaki itu. Eunji akan mengeluarkan banyak makian, namun apa daya saat badannya terseret ke depan, membuat perempuan itu berhadapan langsung dengan pintu.
"Kau yang buka," titah Chunji.
Dengan alis bertaut dan tanpa ragu Eunji membukanya. "Apa yang kau takutkan?" tanya Eunji dengan remeh.
Yang Chunji takutkan adalah omelan dari sang nenek yang akan memekakkan telinga. Tetapi di luar dugaan. Ada dua orang berpakaian rapi berdiri menyambut kedatangan mereka dengan tangan terlipat di depan dada, menatap keduanya tajam dan datar.
Pergerakan Eunji yang akan melangkah seketika berhenti, seperti tengah dibekukan dalam waktu yang cepat. Mata mereka mengerjap memastikan jika yang ada di depan mereka bukanlah sebuah hayalan belaka.
Sialnya, dengan iringan sebuah fantofel tangan wanita itu terulur, menuding dua remaja yang mematung di ambang pintu dengan gelagat ingin membunuh.
"KEMARI!" teriak wanita itu saat melihat dua anaknya lari keluar, bersembunyi di balik tubuh sang kakek. "JUNGKOOK! BAWA MEREKA PADAKU!" Suara itu menggelegar, mampu menegakkan bulu kuduk mereka.
"Kakek, selamatkan aku," cicit Eunji ketakutan.
"Ck. Ini alasan kenapa Kakek menyuruh satpam mengunci gerbang, siapa yang menyuruhmu kabur? Nikmati hukuman kalian," ujar sang kakek yang melangkah masuk. Membiarkan kedua cucunya berdiri di luar.
Terlihat sang ayah bersalaman pada kakek mereka lalu kembali berjalan menuju mereka dengan melonggarkan sabuk dan mencabutnya paksa. Setelah itu sang ayah memecutkan sabuk ke lantai, mengeluarkan suara menakutkan hingga membuat Chunji dan Eunji saling berpelukan.
"Appa memang memanjakan kalian dulu, tapi saat besar begini, bukan berarti kantor polisi menjadi arena bermain kalian," ucapnya menekan dengan sorot emosi. Tamat sudah riwayat mereka.
Di sisi lain, Moonbin mengumpat tepat di depan pintu apartemennya. Karena saat itu juga dia mendapatkan sebuah pesan agar pulang ke rumah, bibirnya berdecak lalu meringis merasakan sakit pada lukanya. Dan mau tak mau dia harus menurut.
Setiba di dalam rumah, Moonbin langsung disidang habis-habisan. Di ruang keluarga itu hanya ada dia, kakek, dan neneknya saja. Sanha tentu saja masih tidur. Lagi pula walaupun dia tidak tidur, lelaki itu tidak punya niatan ikut campur daripada terkena imbas.
Pria berambut putih dengan kacamata itu menggerakkan tangan, meminta sesuatu. Namun Moonbin yang tak mengerti jadi mengerutkan alisnya. "Apa maksud Kakek?" tanya Moonbin.
Pria tua itu berdecak tidak percaya, lalu mulai menatap Moonbin serius. "Kemarikan semua ATM-mu," katanya dan berhasil membuat Moonbin membulatkan mata.
"Untuk apa? Aku beberapa hari sangat berhemat, aku jamin tagihannya tidak bengkak," seru Moobin langsung memberi penjelasan karena takut jika apa yang ada dipikirannya terwujud, ATM disita membuat Moonbin tidak bisa berkutik.
Walaupun sebenarnya dia berbohong, karena baru kemarin siang lelaki itu memborong beberapa pakaian bermerek Gucci, untuk Yoojung. Dan jika diingat pada struknya uang yang sudah terpakai sama dengan kebutuhannya selama satu bulan. Maka dari itu, beberapa jam kemudian Moonbin punya tekat untuk menghemat agar tidak ketahuan.
Sang kakek tersenyum. Dia terlihat seperti tidak mau tahu apa saja penjelasan Moonbin. Lalu dengan santai, pria itu mengambil ponselnya, memperlihatkan sebuah percakapan dalam bentuk pesan yang mengadu jika Moonbin baru saja lepas dari penjara atas bantuannya.
Ah sial! Moonbin membatin, merasa muak dengan semuanya.
"Kau pikir bisa membodohi Kakek dengan mudah? Wajahmu saja sudah terluka, kau akan mengatakan jika itu karena jatuh? Kau tidak bisa membohongi Kakek Moonbin." Dan demi apa pun, pada detik saat sang kakek selesai mengatakan hal itu Moonbin langsung mendekat, dia duduk bersimpuh di depan lutut kakeknya.
"Aku mohon, jangan katakan pada orang tuaku," ujarnya memelas, lalu sedikit bangkit memegang lengan kakeknya dengan binaran mata yang memohon.
Tangan Moonbin dilepaskan, lalu menoleh pada istrinya yang sedari tadi diam. Melihat itu Moonbin jadi mengikuti arah pandang kakeknya. "Kemari Bin, Nenek akan mengobati lukamu," ujar sang nenek menggerakkan tangan menyuruh Moonbin mendekat.
Moonbin menurut, lalu duduk di samping neneknya. Wanita itu mengelus tangan Moonbin lalu mengajaknya berdiri untuk mengobatinya di ruang kesehatan, tepat di samping kamar Bomi dulu.
Namun sebelum keduanya benar-benar beranjak, sang kakek berujar, "Appa-mu dalam perjalanan menuju Korea, Kakek hanya memastikan agar kau ada di rumah saat dia tiba."
Perkataan itu membuat Moonbin menegang, dia membalik badan dengan kaku seakan benar-benar syok. "Kakek memberitahunya?" cicit Moonbin yang tidak percaya.
Sedangkan Eunwoo dengan sangat terpaksa ikut mobil Hanbin, karena sebelumnya dia dijemput oleh Chunji. Dan mau tak mau, lelaki itu kini ikut pulang ke rumah, alasannya Hanbin sudah lelah dan tidak mau mengantar Eunwoo pulang ke apartemen, dia adalah contoh dari adik durhaka versi Eunwoo.
Di luar itu semua, Eunwoo benar-benar ingin membunuh Hanbin. Bagaimana tidak saat tiba di rumah, Minhyuk—ayah mereka berdua langsung menelepon dan memarahi keduanya. Jika ibu mereka bidadari maka ayah mereka adalah iblis yang sebenarnya.
Bukan ancaman fasilitas akan dirampas, tetapi hal lain yang menakutkan, yaitu dihajar habis-habisan. Karena sebelumnya pernah terjadi serupa.
Saat itu Hanbin dan Eunwoo sedang berkelahi karena memperebutkan sebuah PS. Mereka melakukan baku hantam sampai membuat rumah di bilik kanan hancur, padahal di sana banyak benda mudah pecah, contohnya adalah beberapa guci mahal milik nenek mereka.
Minhyuk tentu saja murka, dan membawa keduanya ke dalam ring tinju. Dia tidak mencari petinju lain, namun membuat dirinya sendiri melawan kedua anaknya secara bergantian. Dia bahkan menarik bahu Eunwoo yang sudah tidak kuat untuk berdiri sambil berteriak, "Tunjukan pada Appa, kekuatan laki-lakimu hingga dengan mudahnya kau melukai adikmu sendiri hanya karena sebuah benda!"
Walaupun sebelumnya Minhyuk sudah melawan Eunwoo terlebih dahulu, bukan berarti tenaganya akan habis dan Hanbin bisa mengalahkannya. Itu hanyalah pemikiran bodoh, karena Minhyuk lebih dari itu. Bahkan Hanbin memohon pengampunan sambil menyerah, tapi Minhyuk tetaplah Minhyuk. Berani memulai harus berani mengakhiri. "Kau berani menghajar Kakakmu dengan otot seperti ini? Di mana sopan santunmu!"
Cukup mematikan jika diingat dan mereka berdua sekarang sama-sama meneguk ludah kasar, seperti siap menantikan didikan keras dari sang ayah.
Awalnya mau dibuat triple update kemarin, tapi karena gak sempet ya udah sekarang.
Oke see ya!
Gipme your star gaes...
Jangan mengosongi kolom komentar!
Uwuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Youth Season 2
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Seberapa susah saat mencari teman yang benar-benar teman? Mungkin dulu punya, seorang teman yang mengerti apa adanya. Namun seiring berjalannya waktu dan kembali dipertemukan dengan teman di masa lalu, apakah akan berakhir sama...