Bab. 9 Ironi

2.7K 454 25
                                    

"Mungkin aku hanya orang asing yang tidak pantas untuk mengetahui apapun..."



***



Drrrrt... drrrrrtttt...

Ponsel Rosie bergetar untuk kesekian kalinya. Rosie merasakannya meskipun sejak tadi ia mencoba untuk tidur namun tidak bisa. Jadi yang ia lakukan hanyalah menutup matanya, daripada melihat Jeffrey yang hanya membuatnya semakin marah saja.

Drrrttt... drrrrtttt...

Sekali lagi ponselnya bergetar. Jelas sekali sejak tadi ada yang menelepon Rosie, namun Rosie mengabaikannya. Ia sedang tidak dalam suasana hati yang baik untuk menerima panggilan itu. Toh akhirnya ponselnya berhenti bergetar.

Rosie memposisikan dirinya kembali nyaman. Matanya masih tertutup saat ia merasakan ponselnya kembali bergetar. Rosie kesal. Ia memaksakan diri membuka matanya dan saat itulah ponselnya berada di tangan Jeffrey, dengan cowok itu yang menatap ponselnya dan dirinya bergantian. Segera saja Rosie merebut ponsel itu dari Jeffrey.

"Dari tadi ada panggilan. Gue berniat angkat dan bilang lo lagi tidur. Kayaknya penting banget."

Tanpa ditegur oleh Rosie, Jeffrey berinsiatif menjelaskan saat melihat ekspresi wajah Rosie yang seolah ingin menelan Jeffrey bulat-bulat. Sedangkan Rosie tanpa berniat merespon, membuka ponselnya dan kaget saat mendapati sembilan panggilan tak terjawab dan lima puluh dua pesan yang belum dibaca. Dan semuanya itu dari Juna.

"Lo punya pacar?" Tanya Jeffrey saat Rosie memilih untuk memasukkan ponselnya ke dalam tote bag.

"Bukan urusan lo." Jawab Rosie ketus, matanya menatap jalanan gelap di sampingnya.

"Ya bagus deh kalo emang iya." Jeffrey mengulum senyum tipis sambil fokus menyetir. "Artinya lo udah nggak ada rasa sama gue." Sambungnya.

Mendengar hal itu Rosie mencibir. Ia melarikan tangannya lalu memukul lengan Jeffrey keras-keras. "Pede banget sih jadi orang! Dikira cowok cuma lo doang apa!"

"Aww! Aduh, Ros. Sakit tau!"

Jeffrey mengaduh kesakitan tanpa bisa mengusap lengannya yang terasa panas. Untungnya beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di rumah dan Jeffrey buru-buru mengusap lengannya. Ia membuka kemejanya dan menyisakan kaos lengan pendek hingga terlihat jelas lengannya yang memerah meskipun keadaan di dalam mobil tidak begitu terang.

"Bar-bar banget sih jadi cewek. Liat nih sampe merah gini." Jeffrey menunjukkan lengannya pada Rosie yang hanya direspon acuh oleh cewek itu.

"Ya bodo amat. Salah lo sendiri!"

Rosie memilih untuk langsung keluar. Ia bahkan tidak segan-segan menutup pintu mobil dengan keras hingga membuat Jeffrey terkejut. Cowok itu hanya geleng-geleng kepala. Rosie dan marah adalah kombinasi yang menakutkan.



***



Selesai mandi, Jeffrey merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Matanya menatap langit-langit kamar Jamie yang dihiasi stiker yang bisa menyala dalam kegelapan. Kebetulan Jamie sedang ada tugas kelompok di rumah temannya jadi ia bisa bebas melakukan apapun di kamar ini untuk beberapa jam ke depan.

Jeffrey bangkit dari kasur dan mengambil ponselnya yang baru selesai diisi daya. Ia menyalakan ponselnya dan detik berikutnya ponselnya terus bergetar karena notifikasi dari beberapa aplikasi yang ada di dalamnya.

Jeffrey membukanya satu persatu. Yang paling menarik perhatiannya adalah beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari Rosie. Jeffrey membukanya dan ia lantas terkejut.



Dear, Rosie | Jaerose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang