Bab. 23 What If

2K 333 37
                                    

"People will hurt you and then act like you hurt them..." – unknown.



***



"Bentar ya, Rosie nelfon nih."

Kalimat yang sudah Damar susun dan siap untuk diluncurkan terhenti di ujung lidahnya saat deringan ponsel Jeffrey menginterupsi. Jeffrey mengambil ponselnya kemudian agak menjauh untuk menjawab panggilan dari Rosie. Dari tempatnya Damar diam memperhatikan, mendengarkan semua yang diucapkan oleh temannya itu.

"Aku lagi di tempat Damar."

"....."

"Iya, palingan bentar lagi aku pulang kok."

"...."

"Iya. Kamu juga jangan lupa makan lho. Awas kalo bohong lagi."

Begitu Jeffrey selesai bercakap dengan Rosie via telepon, ia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan kembali duduk di samping Damar. "Tadi lo mau ngomong apa?" Tanyanya, mengingat percakapan mereka tadi sempat terhenti karena telepon dari Rosie.

Damar menipiskan bibirnya. Niatnya untuk memberitahukan sesuatu kepada Jeffrey lenyap bersamaan dengan hilangnya kalimat yang sudah ia susun matang-matang. Padahal sejak hari itu ia sudah berniat untuk memberitahu Jeffrey dengan kalimat yang mudah dimengerti dan tidak menyinggung. Tapi entah kenapa rasanya sangat sulit sekali jika ia sudah berhadapan dengan temannya ini.

"Gue lupa." Ujarnya beralasan. "Nggak penting juga sih sebenernya."

"Oh." Jeffrey ber-oh ria.

"Rosie kayaknya posesif banget sama lo?" Tanya Damar yang penasaran dengan hubungan Jeffrey dengan cewek itu.

"Keliatannya gitu ya?" Jeffrey justru balik bertanya, membuat Damar hanya mengendikkan bahunya. "Sebenernya gue yang agak posesif ke dia."

Ucapan Jeffrey itu membuat Damar terkejut. "Hah? Gimana? Gimana?"

Jeffrey terkekeh mendapati reaksi Damar, "Ini sih cuma menurut gue aja lho. Kayaknya gue takut Rosie kenapa-kenapa."

Kedua alis Damar terangkat, "Karena hidup dia nggak sebahagia yang kita lihat?" Tanyanya, merujuk pada ucapan Jeffrey sebelumnya.

Kepala Jeffrey terangguk pelan, membuat Damar menghela nafas panjang. "Lo cuma kasian sama dia, makanya lo bersikap kayak gini." Ujarnya memberitahu.

"Gue nggak tau, tapi yang jelas gue beneran pengen ngebahagiain Rosie." Jeffrey ikutan menghela nafas, ada gurat frustasi dalam raut wajahnya. "Seolah-olah gue punya kewajiban untuk ngelakuin itu. Gue kayak ngerasa bersalah."

"Bersalah atas apa? Karena dulu pernah nolak cintanya dia?" Damar menuntut.

Jeffrey menggeleng. "Bukan itu. Gue ngerasa udah ngerebut kebahagiaan dia."

"Gue udah ngerebut nyokapnya Rosie dari dia." Imbuh Jeffrey dalam hati.

Satu tangan Damar bertumpu pada dagunya, ia menatap Jeffrey dengan pandangan yang tak bisa diartikan. "Gue nggak tau masalah ginian, jadi nggak bisa komen apa-apa."

Mengulum bibirnya, Jeffrey mengangguk mengerti. "No problem. Tapi gue bisa minta tolong ke lo nggak?" Tanyanya hati-hati.

"Tolong apa?"

"Kalo semisal gue nggak ada, lo bisa kan jagain Rosie?"

"Hah?"

Damar mau tak mau terkejut mendengar permintaan aneh darI Jeffrey. Ia menatap Jeffrey dengan pandangan menyangsikan, seolah Jeffrey tidak mungkin mengatakan hal aneh seperti itu.

Dear, Rosie | Jaerose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang