Bab. 31 I Can't

1.7K 260 52
                                    

"I can't end it before I see the end..." – Lovesick Girls, Blackpink.



***



Rosie, let's break up.



Satu kalimat pendek, singkat, padat dan jelas. Siapapun pasti bisa langsung mengerti maksudnya. Sama halnya dengan Rosie yang begitu terkejut saat membacanya. Bahkan ia kembali membacanya, hingga berulang-kali, barangkali ada masalah dengan penglihatannya atau ada yang salah dengan otaknya hingga ia tidak bisa membacanya dengan benar.

Namun sekuat apapun Rosie berusaha menyangkalnya, tetap saja ia bisa mengerti maksud dari kalimat itu. Rosie memang bodoh, namun ia tahu. Kalimat itu begitu sederhana, namun maknanya bisa membuat hati merana.

Secepat Rosie membaca pesan itu, secepat itu pula Rosie menelepon Jeffrey, hendak menanyakan langsung pada pengirimnya. Nada tersambung terdengar setelah beberapa detik, namun detik berikutnya terdengar suara operator yang mengatakan bahwa panggilan tersebut dialihkan. Rosie tidak menyerah. Ia kembali mencobanya dan kembali mendapati hal yang sama.

"AARRGGHH! Jeffrey pasti lagi khilaf!" Pekiknya frustasi.

Ia kembali mencoba menghubungi Jeffrey, dan lagi-lagi panggilannya dialihkan. Jeffrey tidak mau mengangkat telepon darinya. Rosie menatap layar ponselnya yang sudah gelap dengan pandangan nanar. Seulas senyum kecut terbit di wajahnya, diiringi dengan tangannya yang melempar ponsel hingga membentur dinding.


BRAKK


Ponsel Rosie membentur dinding begitu keras hingga layarnya retak. Rosie tidak peduli akan hal itu. Kedua tangannya justru menangkup wajahnya, isak tangis mulai terdengar. Rosie menangis begitu mendapati kenyataan bahwa Jeffrey mengabaikannya. Jeffrey memutuskannya, untuk alasan yang Rosie sendiri tidak tahu.

Apakah karena sikap Rosie yang begitu posesif? Jika memang begitu, jangan pernah salahkah Rosie. Ia bertindak demikian karena ia mencintai Jeffrey, menyayangi Jeffrey, dan tidak ingin kehilangan Jeffrey.

Jeffrey, satu-satunya sosok yang begitu berharga baginya, yang menjadi harapan satu-satunya. Di saat semua orang yang Rosie sayangi perlahan menjauh dan pergi satu persatu, Jeffrey-lah harapan terakhirnya. Cowok itu menawarkan diri untuk selalu berada di samping Rosie, mengatakan bahwa ia tidak akan sendirian di dunia ini lagi. Hingga Rosie benar-benar berharap bahwa Jeffrey akan menepati ucapannya.

Lalu, jika Jeffrey akhirnya memilih untuk pergi, kepada siapa lagi Rosie akan menggantungkan harapannya yang tak seberapa?

Puas menangis, Rosie mengusap sisa air mata di pipinya dengan kasar. Menghembuskan nafas panjang yang terasa berat, Rosie bangkit berdiri. Sebuah ide terlintas di pikirannya. Ya, jika Jeffrey tidak mau mengangkat telepon darinya, maka hanya ada satu cara agar Rosie bisa menanyakannya. Rosie akan pergi ke kosan Jeffrey.

Jadi tanpa merapikan dirinya, Rosie bergegas mengendarai motornya menuju tempat tinggal Jeffrey. Tak begitu jauh, hanya sekitar lima belas menit ia sudah sampai. Langit sudah gelap dan awan hitam nampak menutupinya, menyembunyikan cahaya bulan dan bintang. Angin perlahan berhembus, menandakan bahwa sebentar lagi akan hujan.

Memarkirkan motornya sembarangan, Rosie berlari menaiki anak tangga menuju kamar Jeffrey berada. Saat sudah berada di depan pintu, ragu-ragu Rosie mengetuk pintu. Sekali, dua kali, belum ada jawaban dari dalam. Kali ini Rosie mengetuknya agak keras, hingga membuat beberapa penghuni kos yang kebetulan lewat di lantai itu melirik penasaran.

Dear, Rosie | Jaerose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang