"Aku sudah bersembunyi sejauh yang kubisa, namun kenangan itu kembali mengejarku, dan menyiksaku..."
***
Deringan ponsel yang berteriak nyaring membangunkan Rosie dari tidur lelapnya. Tangannya menggapai sisi tempat tidurnya yang kosong untuk mencari benda persegi panjang pipih itu. Begitu menemukannya, Rosie segera mematikannya tanpa berniat untuk melihat siapakah gerangan yang menghubunginya.
Seketika dering itu berhenti, senyap kembali menghampiri. Membuka matanya, Rosie disambut oleh kegelapan di dalam kamarnya. Ia bangkit, merasakan kepalanya sedikit berdenyut nyeri. Melihat jam di pergelangan tangannya, Rosie meringis. Sudah pukul tujuh malam dan itu artinya ia sudah tertidur selama hampir empat jam.
Rosie memilih untuk bangkit dan mengambil handuknya. Setelah menangis cukup lama, ada baiknya ia mendinginkan kepalanya dengan guyuran air segar dari shower. Keluar dari kamarnya, lagi-lagi kegelapan kembali menyambutnya. Rumah sepi dan Rosie tahu tidak ada seorangpun di sana kecuali dirinya.
Memilih untuk tak terlalu peduli, Rosie segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya secepat kilat. Begitu selesai berpakaian, Rosie mengambil tas selempangnya dan memutuskan untuk keluar sekadar menghirup udara segar.
Hampir pukul delapan malam saat Rosie masuk ke dalam apotek. Ia merasa perlu membeli obat untuk menghilangkan sakit kepalanya yang sejak bangun tidur belum juga reda. Untungnya apotek sepi jadi Rosie bisa leluasa bertanya pada apotekernya.
"Mbak, kalo obat yang buat ngilangin sakit kepala bagusnya apa, ya?" Tanya Rosie pada wanita berhijab yang mungkin berusia beberapa tahun lebih tua darinya.
"Biasanya Mbak minumnya apa?" Apoteker itu bertanya balik.
"Nggak tentu, Mbak. Apa aja boleh asal bisa hilang nih sakit kepala."
Apoteker itu lantas mengambil obat dari dalam rak dan meletakkannya di atas meja. "Biasanya sih ini, Mbak. Tapi saran saya kalo mau minum mendingan pas mau tidur aja, obatnya bikin ngantuk soalnya."
Rosie menganggukkan kepalanya. "Yaudah itu aja, Mbak. Berapa, Mbak?"
Setelah membayar, Rosie keluar dari apotek. Malam ini sangat cerah dan udara tidak terlalu dingin. Rosie merasa lapar, tentu saja karena sejak siang ia belum makan apapun. Beruntung tak jauh dari apotek ini ada minimarket. Rosie segera ke sana dan mencari sesuatu.
"Enaknya makan apa, ya?" Rosie bergumam sambil menatap deretan makanan instan di depannya. "Mie jinjja pedasnya Om Siwon boleh juga nih."
Tangan Rosie mengambil satu cup mie instan bergambar salah satu member dari boyband Korea kesukaannya lalu memasukkannya ke dalam keranjang. Ia berjalan lagi sambil melihat-lihat isi rak dan mengambil sosis lalu sebungkus roti isi coklat untuk mengganjal perutnya. Rosie pikir itu sudah cukup. Terakhir ia mengambil satu liter air mineral kemasan lalu membawanya ke kasir.
Kini Rosie sudah duduk manis di salah satu meja yang memang disediakan di minimarket itu. Ia baru saja menyeduh mie-nya dan tinggal menunggunya mengembang. Membuka bungkus roti isi coklat, ia segera memakannya hanya dalam tiga gigitan. Belum makan sejak tadi membuatnya kelaparan, untung saja maagnya tidak kambuh.
Begitu mienya matang, Rosie membuang airnya dan memasukkan semua bumbu ke dalamnya lalu mengaduknya hingga rata. Ia memakan mie dan sosisnya sambil menatap lalu lalang orang di jalan depan minimarket. Hampir dari mereka semua bersama dengan seseorang dan tidak sendirian seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Rosie | Jaerose [END]
FanfictionRosie memiliki rencana yang fantastis untuk mengisi liburan semesternya kali ini. Ia akan diam-diam datang ke rumah mamanya dan boom! Rencananya akan ia jalankan dan pasti berhasil 1000%. Sayangnya, ia justru bertemu dengan seseorang yang sudah ia h...