Bab. 30 Fine

1.8K 288 53
                                    

“ ‘I love you’, that means I’m not just here for the pretty parts. I’m here no matter what.” – Claudia Gray.


***


Di tengah kegelapan kamarnya, Rosie tersentak. Matanya terbuka sempurna dan bangkit dari posisi tidurnya. Duduk di atas ranjangnya, pandangannya menelisik seluruh isi kamarnya dalam kegelapan dengan nafas berderu seolah ia baru berlari ribuan kilo tanpa henti. Keringat sebesar biji jagung membasahi pelipisnya dan ada juga yang mengalir jatuh ke sisi wajahnya. Rosie mengusapnya dengan kasar, dan saat itulah air matanya turut jatuh.

Mimpi itu kembali lagi. Mimpi yang sama dengan beberapa hari yang telah lama usai. Rosie kembali mendapati dirinya tergeletak tak berdaya dengan darah segar membasahi tubuhnya setelah tertabrak kendaraan. Nafasnya terasa berat, kepalanya terasa begitu pening dan mendadak ia tak bisa mendengar suara apapun dari sekitarnya padahal ia tahu banyak orang tengah mengerubunginya. Beberapa ada yang berteriak histeris meminta pertolongan, sedang sisanya hanya menatapnya prihatin.

Rosie bisa merasakannya bahkan sampai ia terbangun dari tidurnya. Rasanya begitu nyata, hingga ketakutan menyelubungi dirinya. Apakah mimpi ini suatu pertanda akan terjadinya sesuatu yang buruk? Atau justru kebalikannya?

Beranjak dari ranjangnya, Rosie melangkah menuju dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin lalu meminumnya langsung dari botolnya. Setelah rasa hausnya perlahan hilang, Rosie kembali menutup kulkas. Kini ia memandangi dapur yang begitu suram dalam kegelapan. Setiap tarikan dan helaan nafasnya terdengar begitu jelas di tengah heningnya malam.

Ia lantas mendudukkan dirinya di kursi. Dapat ia lihat waktu yang baru menunjukkan pukul dua dini hari. Rosie merebahkan kepalanya ke atas meja makan. Ia ingin tidur kembali namun takut mimpi itu kembali menghampirinya. Bingung harus bagaimana, ia hanya berdiam diri di dapur sampai pagi menjelang.

Dan hal itu mengakibatkan Rosie tidak bisa fokus selama kelas berlangsung. Ia beberapa menguap dan hampir tertidur di dalam kelas saking mengantuknya. Untung saja Lisa yang duduk di sebelahnya akan refleks membangunkan Rosie saat ia hampir tertidur. Enaknya punya teman yang perhatian memang seperti itu.

“Lo semalem begadang?”

Itu adalah pertanyaan pertama yang Lisa ajukan setelah kelas selesai dan kini mereka tengah duduk di gazebo sambil menyeruput es kopi di tangan masing-masing sembari menunggu kelas selanjutnya dimulai.

Rosie menoleh, ia meletakkan cup yang masih berisi setengah es kopi ke sampingnya. “Iya. Semalem gue mimpi buruk dan nggak bisa tidur lagi.” Akunya. Ada baiknya Rosie menceritakan hal ini pada Lisa.

“Oh ya? Mimpi apa?” Kini Lisa menaruh seluruh perhatiannya untuk mendengarkan apa yang ingin Rosie ceritakan.

“Gue mimpi kecelakaan terus meninggal.” Ujar Rosie lemas. Saat mengatakan itu bayangan dirinya yang tergeletak tak berdaya di jalan kembali menyapanya. Rosie bahkan sampai menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan itu. “Dan ini yang kedua kalinya, Lis.” Sambungnya.

Kening Lisa berkerut seperti sedang berpikir. “Kalo kata orang tua, mimpi meninggal artinya kita bakal berumur panjang. Tapi nggak tau juga bener apa enggak soalnya gue tiba-tiba keinget ceritanya Vania, sepupu gue.”

Dear, Rosie | Jaerose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang