"A person who truly loves you will never let you go, no matter how hard the situation is..." – unknown.
***
Segalanya berjalan begitu cepat tanpa terasa. Orang-orang yang berlalu lalang di sekitar nampak silih datang dan pergi, seolah tidak menyadari eksistensi Rosie yang masih setia duduk di sudut bangku sambil memeluk kedua lututnya. Ia sudah berhenti menangis sejak semalam dan kini tengah menunggu dengan cemas kabar dari kondisi Adel selanjutnya. Ia tidak diberitahu apapun, karena semua orang begitu panik hingga tidak ada yang ingat untuk memberitahukan kepada Rosie apa sebenarnya penyakit yang diderita oleh anak sekecil Adel.
Adel langsung dipindahkan ke rumah sakit tempat Ayahnya bekerja beberapa saat setelah selesai diperiksa. Rosie hanya diam mengikuti dan tak berbicara. Lagipula kehadirannya pun seolah tidak ada yang peduli. Jadi Rosie hanya ikut agar ia tidak ditinggal. Mamanya sibuk menangis, sedangkan kedua kakak beradik itu hanya diam sama seperti dirinya. Namun ada yang berbeda, sejak saat itu Jeffrey berhenti bicara padanya. Bahkan menatapnya saja enggan.
"Rosie..."
Rosie mengangkat kepalanya saat ada orang yang memanggilnya. Dari ujung koridor ia bisa melihat Papanya berlari dengan tergesa-gesa menghampiri Rosie. Di belakangnya ada Tante Mira yang jelas sekali kesusahan mengimbangi langkah kaki Papanya. Rosie segera bangkit dan menghambur ke dalam pelukan Papanya begitu pria itu sudah dekat dengannya.
"Papa..."
Akhirnya tangis Rosie kembali pecah begitu melihat kehadiran Papanya yang tidak terduga. Ia memeluk Papanya dengan erat seolah tengah menumpahkan segala isi hatinya selama ini. Papa Andre menepuk punggung Rosie dan sesekali mengelus surai panjang putrinya.
"Papa udah dateng, Rosie. Kamu jangan nangis lagi, ya." Ucapnya lembut.
Cukup lama Rosie menangis hingga suaranya nyaris habis. Setelah puas, ia menarik diri dari Papanya. Ia nampak risih saat Papa Andre menatapnya penuh selidik, seolah tengah mencari sesuatu dalam mata Rosie.
"Putri Papa kok tambah kurus sih? Kamu diet lagi, ya?" Tebaknya setengah bercanda. Namun ia tidak bohong soal Rosie yang semakin kurus dibandingkan tempo hari ia bertemu dengannya.
Rosie tertawa canggung. Jelas sekali ia tidak mau mengiyakan ataupun mengelaknya. "Rosie kangen Papa." Ujarnya.
Papa Andre hanya geleng-geleng kepala. Tangannya terulur menghapus sisa air mata di wajah Rosie. "Duh, anak Papa udah gede kok masih suka nangis sih? Kalo gini terus kan nggak ada yang suka." Ledeknya, membuat Rosie kesal lalu sedetik kemudian tertawa. "Nah, gitu dong, jangan cemberut terus."
"Rosie, kamu nggak apa-apa?"
Tante Mira yang sejak tadi menjadi penonton kemesraan bapak-anak itu akhirnya mengeluarkan suara. Rosie menatap istri Papanya, lalu tersenyum lemah.
"Iya. Rosie baik-baik aja, Tante." Balasnya sambil menganggukkan kepala. Ia lalu beralih pada Papanya kembali. "Kenapa Papa nggak ngasih kabar kalo mau kesini?"
***
Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam namun Rosie tidak bisa tidur. Ia sudah mencoba beberapa kali, bahkan meminum segelas susu hangat namun tetap saja ia tidak bisa tidur. Akhirnya Rosie memutuskan untuk berdiam di kamarnya. Ia menelisik seluruh isi kamar ini dalam diam. Pandangannya lalu beralih pada lukisan The Little Prince yang sengaja ia gantung di dekat jendela. Itu adalah lukisan yang ia beli di toko barang bekas beberapa tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Rosie | Jaerose [END]
FanfictionRosie memiliki rencana yang fantastis untuk mengisi liburan semesternya kali ini. Ia akan diam-diam datang ke rumah mamanya dan boom! Rencananya akan ia jalankan dan pasti berhasil 1000%. Sayangnya, ia justru bertemu dengan seseorang yang sudah ia h...