"And in the end all I learned was how to be strong alone..." – unknown.
***
Mata Rosie perlahan terbuka saat merasakan bus yang ia tumpangi berhenti. Ia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya di sekitarnya, dan saat itulah Rosie merasakan sisi kanannya kosong. Ia menoleh, namun tak mendapati Jeffrey di sisinya.
Rosie langsung panik. Ia melihat sekeliling dan perlahan dirasakannya bus mulai kembali melaju namun tak ada Jefrey di dalam bus itu. Melihat ke luar jendela, mata Rosie langsung terbelalak begitu melihat Jeffrey yang berdiri di trotoar sambil menatap bus yang perlahan semakin menjauh dari jangkauannya.
Melihat Jeffrey di sana, Rosie buru-buru mencari pintu keluar dan menggedornya, berteriak pada sopir bus untuk membukakannya. Ia tidak peduli pada wajah-wajah protes dari para penumpang lain yang merasa terganggu dengannya. Yang terpenting sekarang adalah mengejar Jeffrey, sebelum Rosie kehilangan dia.
Untungnya sopir bus mau membukakan pintu untuknya. Begitu pintu bus terbuka, Rosie melompat turun ke jalan. Ia menoleh ke belakang, ke tempat Jeffrey berdiri tadi namun sekarang cowok itu menghilang bagai ditelan bumi.
Kembali Rosie merasa panik. Ia berlari membelah jalanan, tidak peduli pada bunyi klakson yang saling bersahutan saat ia menyeberangi jalan asal-asalan. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah Jeffrey, bagaimana ia harus bisa menemukan Jeffrey. Ia tidak boleh kehilangan Jeffrey. Lebih tepatnya ia tidak ingin ditinggalkan oleh Jeffrey.
Kakinya terus melangkah dengan mata yang menatap awas ke sekitar, memindai keberadaan Jeffrey di antara banyaknya manusia yang berlalu lalang di sekitar jalan. Rosie berbelok, dan saat itulah ia samar-samar melihat sosok Jeffrey berjalan menjauhinya. Rosie tidak melihat wajahnya, namun dari punggung yang amat ia kenal, Rosie yakin dialah Jeffrey.
Rosie mempercepat langkahnya menjadi berlari. Melewati kerumunan orang yang tengah menatap kagum pada pohon natal yang sengaja dibuat oleh pemerintah setempat di taman kota. Mengabaikan keriuhan orang-orang yang sukacita menyambut hari besar mereka.
Sedikit lagi. Hanya beberapa langkah lagi Rosie hampir mencapai Jeffrey. Cowok itu menyeberangi jalan, Rosie sudah berusaha memanggilnya namun suaranya teredam oleh keriuhan sekitarnya yang begitu ramai. Melihat Jeffrey yang sudah berada di seberang, Rosie mempercepat larinya. Ia tidak peduli pada sekelilingnya. Ia terus berlari sampai suara klakson terdengar begitu nyaring.
Dan saat itulah ia merasakan tubuhnya melayang ke udara, lalu terhempas hingga kepalanya membentur trotoar hingga amat keras. Rosie tidak merasakan apapun. Telinganya berdengung nyaring. Bibirnya mencoba menggumamkan nama Jeffrey, namun suaranya tak bisa keluar dari mulutnya. Beberapa menit kemudian Rosie merasakan seluruh tubuhnya remuk redam, bersamaan dengan nafasnya yang mulai memberat dan matanya tidak sanggup lagi untuk tetap terbuka.
"JEFFREY!!!"
Seruan itu akhirnya berhasil lolos dari bibir Rosie setelah cukup lama ia mencobanya. Mata Rosie terbuka, nafasnya tersengal-sengal seolah ia baru saja berlari marathon sepuluh kilo. Rosie menatap sekeliling. Dirinya masih duduk di dalam bus. Kemudian ia melihat tubuhnya yang baik-baik tanpa lecet ataupun bekas luka apapun. Menoleh ke samping kanannya, Rosie mendapati Jeffrey menatapnya dengan raut khawatir.
"Kamu mimpi buruk?" Tanya Jeffrey pelan. Tangan kanannya terulur menghapus peluh yang ada di pelipis Rosie.
Rosie tidak menjawab. Ia masih menetralkan degupan jantungnya dan deruan nafasnya. Matanya kembali menelisik sekitarnya dengan pandangan waspada. Ketakutan melandanya, seolah apa yang ada dalam mimpinya nantinya akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Rosie | Jaerose [END]
FanfictionRosie memiliki rencana yang fantastis untuk mengisi liburan semesternya kali ini. Ia akan diam-diam datang ke rumah mamanya dan boom! Rencananya akan ia jalankan dan pasti berhasil 1000%. Sayangnya, ia justru bertemu dengan seseorang yang sudah ia h...