BAGIAN 9

9.9K 500 13
                                    

Tuhan selalu memberiku takdir menyakitkan, membuatku merasa takut mengkhayalkan mengenai sebuah kebahagiaan


Pentry Meiva

🥀🥀🥀🥀🥀

Pentry menghela napas perlahan ketika dirasa perutnya terasa mual. Sejak tiga hari yang lalu dia merasakan hal tersebut sering terjadi secara berulang, membuatnya membuatnya merasa kurang fokus.

Pentry menarik napas dalam ketika matanya menatap kelas yang sudah kembali kosong. Mual di perutnya tidak juga menghilang. Bahkan, dia sering tidak nafsu makan dalam beberapa hari belakangan dan lebih mengginginkan makanan segar seperti buah dan sebagainya. Membuat hatinya menjadi resah karena kejadian dua bulan yang lalu, kejadian di mana fia dan Arjuna saling menyatukan diri.

“Apa aku hamil?” gumam Pentry dengan wajah resah. Dia mulai takut jika kejadian tersebut benar terjadi.

Pentry menutup mulutnya dan mencoba menenangkan hati yang kian tidak nyaman. “Tenang, Pentry. Itu mungkin hanya karena mag-mu yang mulai kambuh. Kamu tidak mungkin hamil. Itu sudah dua bulan yang lalu dan kamu merasa mual baru tiga hari,” ucap Pentry meyakinkan diri sendiri.

Pentry masih mencoba menenangkan perasaannya yang kalang kabut ketika sebuah tangan menepuknya dari belakang, membuat Pentry mentap dengan wajah terkejut. Namun, ketika melihat siapa yang datang, Pentry langsung menghela napas lega.

“Miranda,” gerutu Pentry dengan wajah sedikit kesal. Dia takut jika ada yang mendengat ucapannya. Dia masih mengingat jelas permintaan dari Arjuna yang mengacamnya agar diam.

Miranda tersenyum manis dan menatap ke arah Pentry dengan tatapan lekat. Dia memilih duduk di dekat Pentry dan mulai menyantaikan diri. “Kamu kenapa belum pulang? Padahal sudah pulang semua loh. Apa masih ada urusan?” tanya Miranda dengan wajah sumringah.

Pentry menggeleng pelan dan tersenyum canggug. “Aku hanya merasa ingin di sini saja,” jawabnya sembari menahan rasa mual yang semakin menjadi-jadi.

Miranda hanya mengangguk cuek dan mengalihkan pandangan dari Pentry. Tetapi, belum juga dia sempat melakukannya, indra pendengarannya menangkap suara yang tidak asing dan menatap Pentry kembali.

“Pentry,” panggil Miranda dengan wajah menatap lekat.

Pentry hanya diam dan segera bangkit. Rasa mual di dalam perutnya sudah tidak dapat ditahan. Dengan cepat kakinya melangkah keluar ruangan, mengabaikan tatapan Miranda yang masih menatap bingung.

Aku ini kenapa, batin Pentry merasa perutnya semakin mual.

Pentry setengah berlari  dan mengabaikan sekitarnya. Bahkan, Pentry tidak mengatakan maaf sama sekali ketika tubuhnya menabrak seseorang, meski tidak sampai terjatuh. Pentry segera masuk ke dalam kamar mandi, meluapkan semua isi di perutnya.

Lama Pentry memuntahkan semuanya, sampai tubuhnya terasa lemas. Membuat Pentry menatap wajanya di cermin besar di kamar mandi kampusnya dengan pandangan nanar.

“Aku mohon, jangan hamil,” batin Pentry mulai takut.

Pentry masih menatap wajahnya ketika dari belakang tampak Miranda mendatangi. Namun, belum juga dia berani menegakan badan, sahabatnya memberikan sesuatu yang membuatnya semakin terkejut.

“Alat tes kehamilan, mungkin saja kamu butuh,” ucap Miranda santai.

Pentry menyipitkan mata menatap Miranda yang masih terlihat santai di belajangnya dengan pandangan bingung. Dari mana Miranda tahu mengenai hal ini?

“Aku hanya memberikannya, Pentry. Bukannya menuduh. Mungkin saja kamu memerlukannya. Tetapi, aku yakin kamu tidak mungkin membutuhkan ini karena kamu adalah mahasiswa yang sangat berprestasi dan juga kebanggaan kampus ini,” jelas Miranda seperti tahu apa yang ada di pikiran Pentry.

🍁🍁🍁🍁🍁

“Pentry kenapa?” gumam Rama yang saat itu tengah berada di depan ruang kelas Pentry dan tidak sengaja bertabrakan.

Rama menghela napas perlahan, mencoba mengacuhkan apa yang baru saja dilihat dan memilih melangkah santai. Dia sudah ditunggu Arjuna sejak satu jam yang lalu. Dia yakin, sahabatnya saat ini tengah tertidur dengan lelap di ruang klub basket.

Rama baru saja membuka ruangan tersebut dan melihat Arjuna yang ternyata sibuk dengan ponselnya. Matanya menatap Arjuna dengan pandangan lekat, tetapi sesaat kemudian matanya membelalak dan menatap Arjuna lekat.

“Arjuna, ketika kamu melakukannya dengan Pentry, apa kamu menggunakan pengaman?” tanya Rama dengan tatapan serius.

Arjuna yang tengah asyik dengan ponselnya menatap ke arah Rama dan berdecih kesal. “Kenapa lagi kamu ingatkan itu, Rama. Aku bahkan sudah lupa dengan kejadian itu,” jawab Arjuna enteng.

Rama berdecih kesal dan menatap Arjuna semakin lekat. “Jawab saja apa yang aku tanyakan, Arjuna. Apa kamu menggunakan pengaman atau tidak?”

“Tidak,” tegas Arjuna tanpa rasa bersalah, “aku bahkan tidak sadar sudah melakukannya dengan dia. Jadi, bagaimana bisa aku menggunakan pengaman?”

“Sial,” desis Rama dengan rahang mengeras. Mataya menatap Arjuna yang juga tengah menatapnya bingung.

“Ada apa?” tanya Arjuna dengan pandangan lekat.

Rama menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia segera merebahkna tubuhnya di sofa dekat Arjuna dan menatap sahabatnya dengan pandangan lelah. “Aku tadi ketemu Pentry. Dia seperti menahan mual. Aku rasa dia sedang hamil.”

“Apa?”Arjuna menatap Rama lekat. “Kamu yakin?”

“Itu hanya perkiraanku saja. Soalnya gejalanya seperti orang yang sedang mengandung. Aku yakin jika dia mengandung, itu adalah anakmu.”

Arjuna yang mendengar hanya diam dengan wajah datar. Apa benar dia hamil, pikir Arjuna mulai penasaran

🍁🍁🍁🍁🍁

“Apa?”

Pentry terduduk lemah di kamar mandi kamarnya. Matanya menatap benda pipih yang diberikan Miranda dengan pandangan lekat. Setitik air mata mengalir ketika dia mulai melihat dua garis yang muncul jelas di alat tersebut. Rasanya hatinya mulai luruh seketika. Masa depan yang dibayangkan terasa sirna seketika.

“Ini pasti salah,” ucap Pentry dengan tangis yang semakin tergugu. Rasa takut mulai menjalar dalam hatinya, menyadari pria yang menghamili tidak akan pernah mau bertanggung jawab.

“Kalau mama tahu, aku harus bilang apa? Aku bahkan tidak bisa mengatakan bahwa ayah dari anakku adalah Arjuna,” ucap Pentry dengan wajah bingung. Dalam hati dia menyesali keinginannya yang ingin merasakan pesta kampus.

“Harusnya kau tidak datang.”

Pentry menatap perutnya yang masih rata dengan tangis yang kian tergugu. “Kenapa kamu harus hadir? Kenapa kamu harus hadir ketika pria yang menorehkanmu saja tidak mau mengakuimu. Kenapa kamu harus menambah beban hidupku lagi,” gumam Pentry dengan air mata perih yang terus saja mengalir.

Tuhan, kenapa kamu berikan aku masalah yang tidak mampu aku lalui, batin Pentry dengan mata terpejam. Menyalahkan takdir yang seakan tidak ada baik-baiknya sama sekali.

Masih asyik dengan tangisannya, terdengar sebuah suara yang memanggil. Dengan perlahan, Pentry mulai bangkit dan menormalkan napasnya.

“Pentry, bisa bantu mama?” teriak Audi dari luar kamar anaknya.

Pentry menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Iya, Ma. Pentry akan datang,” jawab Pentry sembari menghapus air matanya dan membasuh dengan air. Dia tidak mau jika mamanya tahu mengenai kehamilannya.

Pentry menyembunyikan alat tersebut dan segera melangkah keluar. Besok aku akan memeriksakan ke dokter kandungan saja, pikir Pentry masih berusaha menyangkal.

🍁🍁🍁🍁🍁

Hallo kesayangan Kim. Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan like dan commnet ya. Plus tambahkan ke daftar favorit kalian supaya selalu mendapat update tentang cerita ini. Boleh follow Kim juga ya supaya mendapat notif karya baru yang Kim buat.

Untuk kalian yang mau tahu info mengenai cerita baru dan juga update cerita Kim, kalian bisa follow instagram Kim di @kimm.meili ya sayangkuh. Di sana juga Kim akan update cerita instagram setiap dua minggu sekali di hari sabtu.

See you next time, sayangkuh dan jangan lupa jaga kesehatan semuanya.

🍁🍁🍁🍁🍁

My Secret WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang