Chapter || 2.

13.4K 750 9
                                    

"Mungkin lo harus nemuin terapis, Bro. Lo ancur banget, sumpah." Tandra menyerahkan gelas kopi pada atasannya yang terlihat kacau pasca dua bulan berpisah dengan Sheravina Anjani. Tandra yang menjabat sebagai asisten pria itu, tahu persis apa penyebab mereka berpisah. Kesalahannya seratus persen ada pada Genta, sudah pasti.

"Gue kangen dia, Dra. Kemarin gue liat post instagram temen gue yang rekan kerja dia, makin cantik aja, gila," gumam Genta yang seraya memejamkan matanya. Penyesalan datang terlambat, memang benar adanya. Genta bahkan rela melakukan apapun untuk membawa Shera kembali padanya.

"Iyalah, cewek kalo udah berpisah dari pasangannya pasti keliatan cantik, Ta. Berarti doi udah kagak ada beban sekarang, beda waktu bareng lo." Genta sontak membuka matanya dan tanpa aba-aba melemparkan pulpen ke arah Tandra dengan kesal. "Lo juga, sok-sok bisa hidup tanpa Mbak Shera-buktinya sekarang lo udah kayak orang gila."

"Gue harus balik lagi ke dia, Dra. Gue yakin gue bisa-bahkan gue rela jadi duda seumur hidup kalo dia nggak mau balik lagi sama gue." Tandra berdecih mendengar perkataan Genta-relasi yang sudah terjalin cukup lama, membuat Tandra tidak bersikap sungkan pada atasannya sendiri.

"Bullshit banget ya, Ta. Gue yakin, tahun depan lo udah bakal nikah lagi sama orang lain." Tandra tahu tabiat Genta. Tidak mungkin Genta sabar menunggu Shera untuk kembali padanya. Ada wanita cantik yang bekerja di kantornya pun, sudah pasti Genta sikat.

Genta mengeryitkan dahinya tidak suka. "Gue nggak seberengsek itu juga kali."

"Well, man. Lo memang berengsek-kalo lo nggak berengsek, mana mungkin Mbak Shera mau cerai sama lo." Tandra kembali menyentil relung hati Genta. Tapi, Tandra salah. Seberengsek apapun ia, Genta masih mengakui kesalahannya. Genta menginginkan Shera kembali untuk menebus kesalahannya itu.

"No offense, Ta-tapi kayaknya Mbak Shera juga bakal ada yang nyikat bentar lagi. Nggak peduli status dia udah jadi janda pun-wajah dan bodinya masih bagus. So, lo nggak usah banyak berharap." Tandra mengambil dokumen yang sudah disiapkan Genta untuk dikerjakan olehnya dan tidak mempedulikan tatapan atasannya yang sudah siap untuk melayangkan bogem mentahnya.

"Lo matahin semangat gue, Tandra," keluh Genta seraya memijat pelipisnya.

Tandra hanya menghela napas melihat sikap Genta. "Gimana kabar Avi?"

"Baik. Kemarin gue baru aja ajak dia main." Tandra hanya mengangguk menanggapinya.

"Oh iya, Ta. Jangan lupa abis makan siang, kita ada rapat dengan perusahaan lain-proyek pembangunan hotel lo."

***

"Mbak Shera, apa kabar?" tanya rekan kerja Shera ketika wanita itu baru saja sampai di kubikelnya.

Shera menanggapinya dengan senyuman manis. "Baik, La. Gimana proyek lo kemarin? Sukses?"

Lala mengepalkan kedua tangannya dan mengangkatnya dengan semangat. "Sukses dong, Mbak! Si Bos sampe ngasih tim gue bonus."

Shera menepuk tangannya ringan. "Selamat deh."

"Eh tapi, Mbak, katanya bakal ada proyek pembangunan hotel yang kerja sama bareng kita. Kata atasan gue sih, lo yang dipilih buat ngedesainnya." Lala menerangkan dengan tatapan yang fokus ke layar komputernya.

"Oh, masa sih? Kok belum ada konfirmasi ke gue?"

Sepersekian detik setelah Shera mengatakan hal itu, pintu atasannya terbuka dengan lebar. Menampilkan Rafael yang melipat dadanya dengan pandangan otoriter yang sudah diketahui oleh para bawahannya.
"Sheravina," panggilnya dengan telunjuk yang bergerak untuk menyuruh Shera menghampirinya.
Shera langsung bangkit dari duduknya dan masuk ke ruangan Rafael.

L'amour L'emporte [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang