Chapter || 30.

4.6K 177 1
                                    

"Tetep nggak mau?"

"Bukannya nggak mau, saya cuma belum siap aja. Kan, emang harusnya kamu nunggu saya lahiran dulu, Ta."

Genta menghela napas. Ia melihat foto USG yang digenggamnya. Foto calon bayi mereka yang masih berbentuk seukuran kacang--gila lo nyamain anak sendiri sama kacang. Genta tersenyum singkat melihatnya. "Tapi, saya nggak mau hubungan ini makin nggak jelas." Genta berkata namun matanya tetap memandang foto itu.

Shera di hadapannya sedang memakai body butter di kakinya jenjangnya, berdecak pada Genta. "Kamu aja yang anggep ini nggak jelas. Saya nggak kok. Saya tetap calon istri kamu, dan Ibu dari anak kamu."

Shera tersenyum. Ia menghampiri Genta yang menampilkan wajah memelasnya karena tidak berhasil membujuk Shera untuk menikah dengannya lagi. "Kamu liatin saya pake muka gitu juga nggak akan mempan, Ta. Nggak usah lebay, deh."

Genta akhirnya tersenyum. Ia memeluk pinggang ramping Shera dan menempatkan telinganya di perut Shera. "Sayang kamu, Ra." Genta tidak peduli Shera akan bosan mendengarnya sekalipun, ia akan tetap mengatakannya sesering mungkin.

"Berisik," canda Shera.

"Tapi, besok saya harus ke Lombok buat liat proyek."

Shera mengerutkan dahinya. "Lho? Sendiri?"

"Sama tim saya, lah."

"Saya ikut."

Mendengar itu, Genta menggeleng kuat. "Jangan becanda, Ra. Kamu lagi ha--"

"Saya cuma hamil, bukan sakit parah."

Jawabannya tetap sama. Masih gelengan kuat Genta. "Usia Dede Bayi masih rentan, Ra."

"Genta! Saya mau ikut! Kan kamu sendiri yang bilang saya boleh resign setelah proyek ini selesai." Shera melepaskan pelukan Genta. Tangannya dilipat di depan kedua dadanya. Ia marah pada Genta.

"Rara, Shera-nya saya, jangan ngeyel, ya."

Wow, ini kali pertama kali Shera mendengar lagi panggilan; Rara. Hanya Genta yang memanggilnya dengan sebutan Rara.

"Nggak, saya mau ikut. Saya bakal marah sama kamu kalau kamu larang saya."

"You are, Rara. Kamu memang marah sama saya."

"Makanya, jangan bikin saya tambah marah lagi."

Genta tertawa kecil. Ia suka Rara-nya yang menggemaskan seperti ini. "Rara..."

"Ta! Kamu nyebelin banget, sih!"

"Rara."

"Don't 'Rara' me, it's annoying."

Genta tersenyum .Bangkit dan memeluk tubuh kecil wanita itu adalah usaha satu-satunya yang ia lakukan agar Rara-nya tidak semakin marah. "Sayang kamu, Ra."

"Saya ikut..."

"Nggak."

Shera berdecak. "Ya udah, malam ini kamu jangan tidur sama saya. Sana tidur di sofa."

"Kamu ngusir saya dari kamar saya sendiri?"

"Iya!"

***
Kali ini, giliran Genta yang memiliki pikiran buruk dan membuatnya enggan pergi. Ia memiliki firasat jelek tentang Shera. Entah apa itu, tapi ia takut.

"Nih. Baju-baju kamu udah aku siapin." Lamunannya berhenti ketika Shera menghampirinya dengan koper berukuran sedang.
Genta tersenyum. Untuk sementara, firasat itu hilang entah kemana. Shera sendiri sudah tidak lagi marah dengannya karena sadar kesehatan janinnya lebih penting dari proyek itu. Mungkin hormon kehamilan membuatnya sangat labil. Malam-malam sekali Shera menghampiri Genta yang tertidur di sofa sambil menangis dan mengatakan ia minta maaf atas kelakuannya yang kekanakan.

L'amour L'emporte [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang