Avi tetap manja pada Genta sekalipun kondisinya sudah pulih total. Sedikit-dikit nyari Genta, apa-apa ingin sama Genta. Hal itu sedikit menyiksa Shera karena Genta terus berada di rumahnya selama lebih dari satu minggu. Namun, terapisnya mengatakan ia harus terbiasa dengan kehadiran Genta, mungkin ini salah satu solusinya. Besok, Genta dan Shera kembali ke lokasi proyek untuk tiga hari. Mereka hanya memastikan proyek akan berjalan lancar. Desain sudah jadi, berkat kerja sama timnya, dalam satu bulan, desain pembangunan itu sudah hampir bisa diaplikasikan. Lagipula, sebelumnya pihak Genta sudah memberikan desain mentahnya. Tugas Shera sebagai arsitek murni sampai di situ saja, sisanya, Ravael dan para kontraktor yang akan mengurus.
"Avi jangan nakal di rumah Nenek, ya." Shera mengatakan itu seraya melipat baju-baju yang akan ia bawa.
"Mama ke sana sama Papa juga?"
"Iya, kenapa, Sayang?"
Avi menggeleng. "Avi mau ikut. Boleh?"
Shera tersenyum kecil pada putrinya. "Mama sama Papa kerja, Sayang, bukan liburan."
Hubungan Genta dengan Shera tetap renggang. Tidak ada kemajuan. Hanya saja, Shera tidak se-skeptis sebelumnya yang menolak kehadiran Genta mentah-mentah. Shera mencoba memikirkan kesehatan Avi. Ia tidak mau anaknya sakit lagi karena keegoisannya. Iya, Shera melanggar prinsip yang dijunjungnya; menyingkirkan keegoisannya untuk 'demi anak'.
"Ra, bisa ngobrol bentar?" Genta melongokkan kepalanya di ambang pintu kamar Shera. Wanita itu menurutinya. Mereka duduk di kursi ruang tamu.
"Ada investor yang nggak setuju sama desain sisi kanan bangunan. Menurut dia, desainnya terlalu kuno. Tidak menarik." Genta menghembuskan napasnya lelah. Ia tahu sebentar lagi Shera akan memaki hal ini.
"Kenapa? Bukannya sudah deal? Waktu rapat juga udah dibicarain, semua setuju. Nggak bisa gini dong, Ta. Kita udah tinggal terjun ke lokasi, kan?" Shera tidak setuju. Apa dikira membuat desain bangunan semudah itu?
"Saya ngerti, Ra. Tapi, yang menginginkan proyek ini bukan hanya perusahaan kamu. Saya takut proyek ini gagal total hanya karena masalah sepele."
Shera menghela napasnya. Ia mengambil ponselnya dan meminta Ravael untuk meeting. Sepertinya atasannya itu belum diberitahu.
"Kamu nggak ada acara, kan, Ta?" Shera bersiap mengambil tasnya.
Genta menggeleng. "Kamu mau ke kantor sekarang?" Sebenarnya Genta dan Shera tidak pergi ke kantor hari ini karena ada akan pergi ke lokasi proyek besok.
Shera mengangguk. "Saya titip Avi."
***
Pihak Shera terpaksa mengalah dan merombak dikit desain yang sudah dibuat sebelumnya. Besoknya, mereka sudah berada di lokasi. Berbeda dari kunjungan sebelumnya, kali ini lokasi sudah dipenuhi alat berat untuk pembuatan fondasi. Ada banyak tenda yang disiapkan untuk menginap bagi mereka.
"Proyek sudah dimulai sedikit demi sedikit, Bu Shera. Apa ada perubahan untuk bahan lagi?" Shera menggeleng. Semuanya sudah sesuai rencana.
Ravel menghampiri Shera yang sedang memeriksa sketsa bangunannya dengan tim kontraktor. "Ra, istirahat dulu sana. Yang lain juga lagi pada makan." Seperti inilah Shera jika sudah asyik dengan pekerjaannya. Karena itu juga tubuhnya gampang sakit dn sering terkena asam lambung. Shera mengangguk. "Baik, Pak. Terimakasih."
Shera melangkah mendekati timnya yang menikmati makan siang. "Mbak, ayo makan dulu." Shera melirik Lala yang menyodorkan kotak makan padanya.
"Gue nggak laper, La." Shera sedang malas makan. Ia lapar, tapi tidak mau mengunyah, ia sendiri juga heran dengan dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour L'emporte [Complete]
General Fiction"I don't see any reason why we have to be together, still." "But, i still want you. That's the only reason." *** Sheravina Anjani Sanjaya tidak percaya lagi pada suaminya--Gentahardja Revan Subroto setelah semua hal yang telah dilakukan oleh pria it...