Impossible

6.7K 575 67
                                    

Sifra Lee

“Ingat, ya, kau yang setuju untuk ikut denganku, Sif.” Abigail mengingatkanku selagi kami berjalan menuju kelas terakhir pada hari ini.

Yep, mari selesaikan kelas terakhir itu dan nikmati akhir pekan dengan bersenang-senang, because thank God, it’s Friday! Meski sebenarnya aku tidak mau ikut dengan Abigail ke suatu pesta yang diadakan khusus untuk menyambut tahun semester baru, karena kuliah baru saja dimulai sejak satu bulan yang lalu dan aku sudah dikelilingi tugas yang menumpuk dan menyita banyak waktuku. Tapi aku sudah berjanji akan menghabiskan waktu dengan Abigail. Jadwal kuliah dan tugas yang kami miliki begitu menguras waktu dan terkadang, kami bahkan tidak bisa berbincang dengan satu sama lain, meski kami satu tempat tinggal asrama.

Abigail memilih jurusan Seni. Ya, awalnya aku juga tidak percaya bahwa dia tertarik dengan hal-hal berbau kesenian. Jika dilihat dari penampilannya, dia lebih cocok kepada jurusan Hubungan Internasional atau semacamnya, karena dia pandai dalam banyak bahasa dan kemampuannya bercakap di hadapan banyak orang juga tidak dapat diragukan lagi. Well, entah di jurusan apapun dia, itu hidupnya. Terserah apa keinginannya. Jadi, aku tidak bisa mengatur. Mungkin dia sudah mempersiapkan semuanya dari awal.

Aku mengangguk pada kalimat Abigail sebelumnya. Lalu, kurasakan sebuah tangan kekar memelukku dari belakang. Sudah pasti, Jeon Jungkook pelakunya. Ia memutar tubuhku menghadapnya dan ia mengecup keningku. Hal itu sudah biasa dilakukannya saat kami bertemu.

“Hai, cantik.” Pujinya padaku dan Abigail.

“Hai juga, tampan.” Aku balas memuji. Well, ini memang kebiasaan kami—sebagai sahabat. Kami sering memuji satu sama lain.

Abigail memulai topik pembicaraan. “Kami tengah mendiskusikan perihal pesta tahun semester baru. Aku dan Sifra akan ikut. Dan kutebak, kau juga. Iya, kan?”

“Rencananya, sih, begitu.” Ujar Jungkook sembari kami bertiga berjalan di koridor. “Pasti akan menyenangkan,” tambahnya lagi, lalu ia melirik Abigail. “Aku yakin, Jimin pasti akan ikut ke pestanya juga.”

Abigail menaikkan alisnya, bingung akan pernyataan dari Jungkook barusan. “Dan kau memberitahuku untuk apa?”

“Ya, bukan apa-apa. Kupikir, mungkin kau tertarik jika Jimin ada di sana.”

Abigail membuang pandangannya dari Jungkook. “Hm, kau salah. Aku tidak peduli jika Jimin ada di sana atau tidak.”

“Serius?” tanya Jungkook. “Wah, sayang sekali. Tapi sepertinya, Jimin menyukaimu, Abigail,”

“Bukan hanya dia, tapi seluruh pria di kampus juga suka padaku. Jadi, aku tidak peduli.”

Percaya diri sekali, memang. Tapi kenyataannya seperti itu. Abigail begitu cantik dengan rambutnya yang panjang dan pirang, kedua mata hijaunya yang memukau dan tubuh langsingnya. Dia terlihat seperti Kendall Jenner, kalau boleh jujur. Dan karena kecantikannya itu, dia sangat percaya diri. Wajar, sih. Seluruh pria mendekatinya sejak pertama kali dia menginjakkan kaki di kampus. Dan Abigail suka sekali memanfaatkan kecantikannya untuk menarik perhatian pria-pria.

Dan itu membuatku berpikir sejenak mengenai Abigail. Kelakuannya itu lebih terlihat seperti pria, karena Abigail tidak pernah serius dengan pria manapun. Dia hanya memanfaatkan si pria untuk mengantar dan menjemputnya dari kampus, membelikan makanan untuknya, atau barang-barang mewah. Itu terserah padanya, sih, bukan urusanku juga.

Abigail tidur dengan siapapun yang sekiranya dia tertarik. Dan ada peraturan khusus yang dibuatnya. Abigail tidak pernah tidur dengan pria yang sama lebih dari satu kali. Mungkin dua, kalau memang si pria mampu memberikan kenikmatan untuknya. Dan Abigail tidak mudah jatuh cinta. Banyak pria yang sakit hati karena hal itu. Karena yang diinginkan Abigail hanya seks saja.

FRIEND ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang