Fucking Amazing

6.5K 483 153
                                    

Sifra Lee

“Sif, apa masih sakit?” tanyanya sembari membelai rambutku dengan lembut disertai kecupan-kecupan kecil di sana. “Aku benar-benar meminta maaf, ya, kalau aku menyakitimu. Aku tidak bermaksud.”

Aku menghela napas. “Tidak apa-apa. Aku tidak merasakan sakit, kok. You’ve done a great job, dan aku merasa puas sekarang.”

Lalu, tiba-tiba, Jungkook bangkit dari ranjang dan pergi ke belakang—dapur. Entah apa yang dilakukannya. Tapi sekarang, aku merasa sangat kedinginan. Aku mau dipeluk lagi olehnya. Tubuhnya hangat dan aku suka. Aku lebih terasa nyaman dan aman saat bersamanya.

Sepuluh menit kemudian, Jungkook—yang masih bertelanjang diri—membawa air hangat dan sebuah kain. Ia menaruhnya di atas meja, kemudian, ia membuka kakiku lebar. Oh, dia mau membersihkan darah keperawananku.

“Buka kakimu lagi yang lebar, Sif.”

“Aku bisa sendiri—”

“Aku tahu kau bisa, tapi aku ingin melakukannya untukmu. I want to take care of you, baby.” Dengan telatennya, dia membersihkan darah di sekitar vagina dan pahaku.

Setelah selesai, ia kembali berbaring denganku di ranjang dan menyelimuti tubuh kami berdua. Tangan kekarnya memelukku dan membawa kepalaku bersandar pada dada bidangnya.

Hangat. Jungkook itu dingin yang menghangatkan.

Dan sekarang, marilah kawan-kawan kita bertepuk tangan yang meriah karena pada akhirnya, aku melepas status keperawananku juga. Yeay. Selamat untuk Sifra, dan terima kasih untuk penis Jungkook.

Ia terus mengecupi rambutku berkali-kali. Perlakuannya ini membuatku senang sekaligus takut. Aku bahagia bersamanya. Jungkook adalah sahabatku selama tujuh tahun, jadi aku kenal betul bagaimana dia. Dia memang perhatian padaku, tapi kali ini, perhatiannya lebih dari sekadar perhatian untuk sahabat.

Namun, aku tidak mau berharap. Bisa jadi, Jungkook seperti ini karena memang dia menganggap ini semua hanyalah seks.

Tujuan awal kami memang untuk seks. Sebenarnya, lebih kepada tujuan dan keinginanku, sih. Aku yang memaksanya untuk mengambil keperawananku. Namun, jika aku menginginkan kami bersama, apa itu salah?

“Kau baik-baik saja?”

Aku mendongak dan tersenyum padanya. “Iya, I’m good.”

Dia mengubah posisinya menjadi berhadap-hadapan denganku, tapi tangannya masih ditaruh di pinggangku. “Jadi, menurutmu, seks nya bagaimana?”

“Ya . . . lumayan,”

Raut wajahnya berubah datar dan ia menaikkan alisnya. “Hanya . . . lumayan?”

Aku mengangguk. “Iya. Aku suka sekali ketika di bagian di mana kau menjilati vaginaku dengan lidahmu. Itu aku suka. Dan, saat penismu masuk ke dalam vaginaku, aku juga suka. Nikmat tapi sakit mendominasi.”

“Oh, iya,” katanya. “Tapi, kau tidak suka saat penisku berada di dalam vaginamu?”

“Bukannya aku tidak suka. Hanya saja . . . terlalu sakit dan itu membuatku tidak nyaman. Tapi, aku baik-baik saja. Saat kau menggerakkan pinggulmu, rasa sakitnya hilang dan berganti menjadi nikmat.”

“Tadi aku sudah bilang, kalau sakit, kau harus mengatakannya padaku. Aku tidak bisa membaca pikiranmu, Sifra. Sekarang ini, aku merasa bersalah.”

Aku menggeleng, “jangan, Jungkook. Bagus, kok. Permainan seks-mu bagus tadi, dan aku suka. Jadi, jangan merasa bersalah seperti ini, karena aku saja puas karenamu.” Aku tidak mau menyakiti perasaannya dengan berkata jujur bahwa penisnya menyakitiku amat sangat. Kalian bayangkan saja jika sebuah benda berukuran 9 inci memasuki tubuh kalian. Rasanya lebih sakit dibandingkan tangan teriris pisau.

FRIEND ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang