Jeon Jungkook
Rahangku mengeras saat aku melihat Namjoon bersama dengan Sifra. Apalagi mereka sampai tertawa bahagia seperti itu. Sebenarnya, apa yang mereka bicarakan, sih? Sifra juga terlihat senang bersama dengan Namjoon.
Ah, sebal.
Tidak seharusnya aku mengajaknya ke Prudential Center dan menemaniku latihan untuk pertandingan berikutnya di bulan Desember. Sekarang, aku harus melihat mereka berdua bersama.
Dan sialnya, tangan Namjoon juga terkadang menyentuh bahu Sifra dengan sengaja. Tapi, Sifra justru membiarkan Namjoon layaknya itu hal biasa. Sifra, astaga, aku sudah bilang padanya bahwa yang boleh menyentuhnya hanya aku.
Aku tahu Namjoon ingin mendekati Sifra karena mau seks darinya. Aku tahu itu. Tapi, hal itu tidak akan pernah terjadi. Selama masih ada aku, Namjoon tidak akan kubiarkan mendekati Sifra.
Sebenarnya, aku bisa saja memukul Namjoon hingga hidungnya atau tulang rusuknya patah. Aku tidak peduli bahwa dia satu tim hockey denganku. Aku tidak masalah untuk berhenti dari hockey asalkan Sifra tetap bersamaku.
Aku juga tidak masalah jika Namjoon menginginkan jabatanku. Aku sebenarnya tahu sekali alasan dia sering meledek dan menggodaku perihal Sifra. Dia menginginkan jabatanku sebagai kapten hockey. Jika itu maunya, aku akan melepaskannya. Asal dia jangan pernah menyentuh Sifra, karena dia milikku.
Sifra memang milikku. Milikku yang dapat diartikan bukan milikku juga. Kalian mengerti atau tidak?
Secara teknis, Sifra bukan milikku—karena aku bukan pacarnya. Namun, aku yang telah mengambil keperawanannya. Jadi, dia menjadi milikku. Apa ada masalah dengan itu? Intinya, wanita itu menjadi milikku sekarang dan aku benci ketika pria lain mendekatinya.
Ronald—teman satu tim-ku lainnya—menghampiriku dan berdiri di sebelahku. “Wanita itu pacarmu?”
Aku menatap ke arah Ronald, lalu bergantian menatap Namjoon dan Sifra yang sekarang semakin larut dalam obrolan mereka. Sialan.
Meski aku kesal, tapi aku tetap berkata jujur. “Dia hanya teman.”
“Good. Just wanted to make sure she wasn’t your girlfriend or worse, your sister. Wouldn’t want any bad blood between you and Namjoon before you even get here.” Yang dimaksud dengan Ronald adalah aku tidak boleh mencari masalah dengan siapapun sesama tim hockey, karena seleksi untuk NHL masih akan berlangsung hingga di bulan Desember.
Aku sedang berusaha menahan amarahku dari tadi. Tanganku sudah terkepal sempurna dan siap untuk memukul wajah Namjoon yang menyebalkan itu.
Ronald menepuk bahuku, “Jeon, lebih baik—”
“Aku pergi dulu.” Aku menjauhkan tangannya dari bahuku, “bye Ronald. I’ll be right back.”
“No problem, man.”
Aku menghampiri mereka berdua. Menyebalkan dasar si Kim fucking Namjoon ini. Dia mau cari masalah denganku, rupanya. Aku tidak akan membiarkannya.
Saat aku menghampiri mereka, Namjoon menoleh dan menatapku. “Hei, Jeon,” sapanya. Sialan, sekarang dia mencari perhatian di hadapan Sifra. “Aku hanya menemani wanitamu berbincang sebentar. Jangan kesal begitu. Santai saja. Rileks.”
“Terima kasih, tapi sebaiknya tidak perlu.”
“Serius? Lho, bukannya Pelatih Ryu membutuhkanmu untuk waktu yang lama? Selagi kau bicara dengan Pelatih Ryu, aku bisa menemani Sifra. Iya, kan, Sif?” tangan Namjoon mendarat di bahu Sifra.
Aku menghela napas. “Singkirkan tanganmu sebelum aku mematahkannya, Kim Namjoon.”
“Jungkook!” Sifra mendecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIEND ZONE
FanfictionMenyukai, mencintai bahkan menyayangi sahabat sendiri itu memang hal tersulit yang sudah dijalani Jeon Jungkook selama tujuh tahun. Keinginan terbesarnya adalah menjadikan Sifra sebagai miliknya. Akankah dia berhasil? STARTED: March 25th, 2020. FINI...