Sifra Lee
Ada aura yang berbeda setelah kami kembali ke hotel dan mulai membereskan semua pakaian kami. Aku merasa Jungkook menjadi sedikit lebih jauh. Sifat dinginnya kembali lagi. Seperti bahkan bukan Jungkook. Apa karena akhir pekannya telah selesai jadinya dia seperti ini?
Aku menatap Jungkook yang sekarang tengah berbaring di ranjang hotel dengan dirinya yang sedang fokus bermain ponselnya. Dia bersikap acuh padaku seakan-akan tidak pernah terjadi apapun di antara kami.
Well, itu berarti Jungkook memang tidak menyukaiku apalagi mencintaiku seperti apa yang dikatakan Abigail. Dia salah besar. Jungkook tidak peduli dengan perasaanku. Kalau dia peduli, tidak seharusnya dia mengacuhkanku seperti ini.
Hebatnya Jungkook, dia bisa bersikap seolah-olah dia tidak peduli padaku. Dia hanya berbaring saja di ranjang. Ya, ranjang itu—ranjang yang kemarin dipakai olehnya untuk bercinta denganku. Di ranjang ini, dia bersikap layaknya dia menyembahku seperti Aphrodite.
Sekarang, dia begini.
Ya, aku tahu bahwa kami telah membuat kesepakatan untuk melupakan semua kejadian di New Jersey—termasuk seks nya. Tapi, aku tidak mau Jungkook berubah secepat ini. Aku masih ingin dia yang perhatian padaku. Aku ingin Jungkook yang bercinta denganku, bukan Jungkook yang acuh!
Tapi, aku tidak bisa berharap banyak darinya. Dari awal, ini semua memang ideku untuk melepas keperawananku padanya. Dan Jungkook berkali-kali menolak, tapi Abigail menyusun rencana lainnya agar Jungkook setuju.
Poin utamanya, Jungkook melakukan ini karena keterpaksaan. Dia tidak mau tidur denganku sebelumnya. Dia terpaksa karena dia tidak mau pria lain yang mengambil keperawananku. Kenapa hatiku sakit sekali saat mengetahui kenyataan itu?
Saat aku sudah selesai berberes, Jungkook bertanya. “Sudah?” aku mengangguk pelan. “Bawa keluar kopernya, nanti aku yang membawa sampai ke bandara.” Lihatlah, ucapannya bahkan terlalu dingin. “Duluan saja turun ke bawah. Aku mau mencuci wajahku terlebih dahulu.”
“Iya.” Aku tidak mau berlama-lama berada dalam satu ruangan dengan Jungkook. Yang ada, aku akan semakin kesal dengannya. Brengsek!
Saat di luar, aku tidak sengaja bertemu dengan Namjoon. Ia tersenyum padaku dan menghampiriku. “Hai, Sifra.” Katanya. “Di mana Jungkook?”
“Sedang mencuci wajahnya.”
“Mau turun ke bawah?” ia mengangguk. “Kubawakan kopernya, ya?”
Aku menggeleng, “tidak perlu. Aku akan menunggu Jungkook di sini,”
“Sif, Jungkook pasti lama mencuci wajahnya. Biar aku saja, ya? Sekalian, kita berbincang juga. Obrolan kita terpotong tadi karena Jungkook si hidung besar itu.”
Karena aku tidak bisa menolak, jadinya aku membiarkan Namjoon untuk membawakan koperku.
Lalu, aku mengirimi pesan pada Jungkook.
Sifra:
Aku sudah turun terlebih dahulu. Koperku juga sudah dibawakan oleh Namjoon.Jungkook:
Oh, ya sudah. Bagus.Hanya itu saja responnya? Apakah Jungkook serius sekarang?
Aku menaruh ponselku dan aku berniat untuk mengabaikan pesannya. Aku kesal pada Jungkook. Kenapa dia menjadi berubah total seperti ini, sih? Apa salahku, memangnya? Padahal, kami masih baik-baik saja saat di Prudential Center tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIEND ZONE
FanfictionMenyukai, mencintai bahkan menyayangi sahabat sendiri itu memang hal tersulit yang sudah dijalani Jeon Jungkook selama tujuh tahun. Keinginan terbesarnya adalah menjadikan Sifra sebagai miliknya. Akankah dia berhasil? STARTED: March 25th, 2020. FINI...