Just Friends

4.6K 495 40
                                    

Jeon Jungkook

Ah, lelah sekali setelah dua jam berlatih di atas lapangan es. Aku memasuki ruang ganti. Tadi pagi, saat aku baru saja bangun, mataharinya belum muncul—sudah, sih, tapi baru sedikit.

Aku masih punya waktu beberapa minggu lagi sebelum pertandingan musim baru dimulai pada Oktober nanti. Percaya atau tidak, lebih melelahkan latihannya daripada pertandingannya. Dan hal ini yang membuat Pelatih Ryu selalu berusaha memantapkan kami semua agar fokus dalam bertanding hockey. Jika kalian tidak bersungguh-sungguh dalam latihan, maka Pelatih Ryu akan dengan senang hati menunjukkan letak di mana pintu keluar berada. Itu berarti, kalian tidak dibutuhkan lagi dalam tim hockey.

Semua lelah dan letihku setidaknya sepadan dengan mimpiku. Meski harus terkena omelan dari Pelatih Ryu setiap hari—ya, aku tidak apa-apa.

Setiap Pelatih Ryu memarahiku, aku tidak peduli. Yang kupikirkan hanyalah Sifra dan ciuman kami—oh fuck. Sekarang, aku semakin tidak bisa melupakan kejadian itu.

Dan bodohnya, aku mengatakan bahwa aku mencintainya. Syukurlah, Sifra tidak bereaksi apa-apa mengenai hal itu.

Harus kuakui bahwa aku bodoh karena sudah egois sendiri. Aku mementingkan keinginanku, yaitu mencium Sifra. Dan aku bahkan tidak tahu apakah Sifra menikmati ciumannya atau tidak. Dia terlihat biasa-biasa saja—seperti tidak peduli. Ya, mungkin karena memang dia tidak suka padaku.

Sedih, sih. Aku tampan dan banyak wanita yang ingin denganku. Tapi aku hanya ingin Sifra.

Aku berada dalam fase Friend Zone. Menyedihkan, bukan?

Saat aku selesai mengganti pakaian, tiba-tiba Hoseok masuk dan menyapaku. “Hai, Jeon.” Ia membawa pakaian ganti juga. “Aku ingin bertanya. Apakah benar yang dirumorkan orang-orang?”

Aku tahu jelas apa yang ingin dibahasnya.

Hoseok, dengan wajahnya yang mesum, bertanya, “jadi, Sifra temannya si cantik Abigail masih perawan ternyata? Itu benar, Jeon Jungkook?”

Rahangku mengeras. Aku mengepalkan tanganku, namun aku berupaya untuk tidak lepas kendali. Hoseok tidak berharga untuk mendapatkan sebuah pukulan dariku, dan aku juga tidak ingin mengotori tanganku saat ini. “Shut your fucking mouth, Jung Hoseok.”

“Ow, ada yang marah ternyata.” Ledeknya. “Lagipula, aku hanya bertanya saja jika itu benar atau tidak. Kalau benar, aku ingin mencoba mendekatinya, lalu mengambil keperawanannya. Skill seks-ku sudah melampaui rata-rata dan aku yakin, Sifra akan puas bersamaku.”

Ucapannya benar-benar membuatku ingin menghantam kepalanya dengan beberapa pukulan. Mungkin hidungnya akan patah nanti.

“Aku akan menyetubuhi vaginanya yang perawan itu. Ugh, pasti sempit!”

Suara tawa menggelegar pun menyapa telingaku saat Namjoon masuk dan merangkul Hoseok. “Hei, Jeon, kau sudah berteman lama dengannya, tapi kau tidak pernah menyentuhnya? Sayang sekali. Kalau aku jadi kau, aku akan menyetubuhinya setiap hari. Wow.”

Aku mendengus kesal. “Kalian ingin kubunuh, ya?”

Saat aku ingin memukul mereka berdua, lenganku ditahan oleh Park Jimin yang baru saja masuk. “Rileks, Jeon. Kau tahu sendiri Hoseok dan Namjoon senang menggodamu. Jangan diambil serius.” Katanya. “Dan untuk kalian berdua, lebih baik kalian pergi sebelum aku menendang bokong kalian hingga ke Antartika.”

Setelah Hoseok dan Namjoon pergi, Jimin membelai bahuku lembut dan mengatakan, “bagaimana cara menghentikan situasi ini, Jungkook?”

“Situasi apa?”

“Ya, rahasia mengenai Sifra yang masih perawan sudah terbongkar. Akan banyak pria-pria mendekatinya untuk mengambil keperawanannya tersebut.” Astaga, Jimin ada benarnya juga. “Well, kau tidak akan membiarkan hal itu terjadi, bukan?” tanyanya. “Kau tidak akan membiarkan Sifra menjadi bahan incaran pria-pria di kampus, kan?”

Sialan!

Aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Aku sudah bersumpah pada diriku sendiri untuk menjaga Sifra selamanya, selama aku masih bernapas, maka dia dalam pengawasanku. Dan tidak akan ada seorang pun yang boleh menyentuhnya.

Jimin menepuk pundakku. “Pikirkan baik-baik dan matang-matang. Jangan biarkan hal itu terjadi. Aku tahu kau suka padanya, Jeon, jadi lindungi dia.”

Jimin memang benar. Aku memang suka, bahkan cinta pada Sifra. Aku akan melindunginya sampai kapan pun itu. Akan kupertaruhkan nyawaku untuk dirinya, melindunginya dan menjaganya.

Tapi, aku mengelak. “Hah, kau salah. Aku dan Sifra hanya berteman saja.”

“Serius?”

“Iya.” Lebih baik berbohong seperti ini. Karena aku tidak mau siapapun tahu bahwa aku jatuh cinta pada Sifra—sahabatku sendiri.

FRIEND ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang