Di kelas siswi tingkat tiga, setengah meja yang biasa diduduki oleh Myra kini ditempeli sticky notes yang berisikan kata-kata perpisahan dan mutiara. Mengatakan kalau Myra adalah malaikat, seorang yang terlalu baik, seorang gadis cantik yang menjadi panutan dan masih banyak lagi.
Sedangkan setengah meja lainnya dipenuhi oleh boneka dan bunga mawar putih. Menemani foto Myra berpita hitam yang diletakkan di tengah meja. Sesekali teman sekelasnya masih saja memenempelkan sticky notes berisikan kata mutiara dan perpisahan untuk Myra.
Di samping meja Myra, Ghia duduk dalam diam. Sejak ia masuk ke kelas tadi, yang dilakukannya hanyalah menunduk dan memainkan jemarinya dengan gugup dan gemetar.
Sedangkan di luar kelas, Lucky terlihat memantau keadaan kelas, mempelajari gerakan para murid. Disisi yang berbeda, Aska pun melakukan hal yang sama setelah sebelumnya juga ikut menaruh bunga di meja Myra sebagai bentuk belasungkawanya.
Kasak-kusuk di kelas tiba-tiba hening ketika melihat Dylan memasuki ruang kelas Myra. Langkah Dylan saat itu tidak luput dari tatapan Lucky dan Aska yang memandanginya tanpa mau ketinggalan satupun apa yang akan ia lakukan.
Dengan raut wajah yang begitu sedih dan terluka, Dylan berjalan pelan menuju meja Myra dan meletakkan bunga mawar putih. Lalu dengan lambat ia mendongakkan wajahnya dan memandangi setiap siswi di kelas Myra. "Terima kasih ... terima kasih karena kalian semua sudah begitu baik kepada Myra," lirihnya.
Kemudian, apa yang dilakukan Dylan setelahnya sama sekali tidak diperkirakan oleh Lucky dan Aska yang sedari tadi penasaran dengan tingkah laku Dylan.
Remaja pria itu menoleh menatap Ghia dengan tatapan kecewa juga sedih, "Kenapa kau melakukannya? Kau kan sahabatnya," lirihnya seakan menahan tangis.
Tindakan ini bukan hanya membuat Ghia yang diajak bicara terkejut, tetapi sukses membuat siswi di ruang kelas itu menatap Ghia dengan sinis dan mulai bergosip. Sedangkan Aska hanya memandang mereka dalam diam dan Lucky menaikkan sebelah alisnya merasa tertarik dengan permainan Dylan.
Bukan karena ia menyetujuinya, tetapi lebih karena penasaran apa yang akan dilakukan teman yang bahkan sudah tidak lagi ia kenal.
"Kenapa kau melakukan perbuatan hina itu?" tegas Dylan lagi dengan mata menatap Ghia sendu dan suara sedikit tercekat.
"A-apa? Apa yang kulakukan? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," ujar Ghia berusaha bicara di tengah usahanya untuk menyembunyikan gemetarannya. Tidak, gadis itu bukan monster. Aksi bunuh diri yang dilakukan Myra juga membuatnya terguncang, ia tidak pernah mengira apa yang dilakukannya mampu membuat Myra berpikiran pendek.
Saat ini, Ghia pun sama terguncangnya dengan yang lain, bahkan mungkin jauh lebih merasakan dampaknya. Banyak alasan mengapa ia lebih merasakan dampaknya dibanding orang lain. Pertama adalah karena perbuatannya yang menyebarkan data pribadi Myra dan yang kedua, bagaimanapun ia membenci Myra, gadis itu adalah sahabatnya. Seseorang yang begitu dekat dengannya sebelum masalah-masalah yang belakangan ini terjadi.
Dylan hanya menatap Ghia dengan pandangan terluka. Tanpa berminat menyanggah atau menjawab ucapan Ghia, Dylan berbalik dan melangkah keluar. Tugasnya sudah selesai. Ia yakin kata-kata yang ia ucapkan barusan sudah mampu membuat para siswi itu menghukum Ghia.
Lucky menatap punggung Dylan yang semakin menjauh dengan rasa penasaran yang tinggi kemudian kembali menatap suasana kelas Myra yang sebelumnya sarat dengan suasana belasungkawa kini berbanding terbalik.
Bisikan-bisikan yang sama sekali tidak pelan mulai bermunculan, membicarakan bagaimana hubungan dan perlakuan Ghia kepada Myra belakangan ini, terutama setelah skandal catatan siswanya mencuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] Themis - Undercover
Fanfiction⚠This Story were adapted from a kdrama - Class of Lies - Ceritanya sama dengan beberapa karakter yang berbeda.⚠ Lalisa Watanabe, seorang jaksa yang tanpa sengaja terlibat kasus pembunuhan di sekolah elite sehingga mengantarnya untuk menyamar menjadi...