Mr. Miles mengenakan seragam pesakitannya dan duduk di salah satu kursi bus yang membawanya ke 'rumah' barunya. Pria paruh baya itu dijerat pasal berlapis yakni perencanaan pembunuhan, perlindungan anak di bawah umur, suap dan memanipulasi data kejahatan.
Guratan lelah tergambar jelas pada wajahnya yang kini terlihat jauh lebih tua dari sebelumnya, namun guratan-guratan itu tidak mampu menutupi wajah angkuhnya. Sehingga ketika sipir penjaranya menepikan bus yang membawanya beserta tiga orang tahanan lain menepi untuk mengistirahatkan kaki, tiga tahanan lain tanpa dikomando mendatanginya.
Melampiaskan kemarahan mereka. Karena bagi para tahanan, pelaku pencabulan dan pemerkosaan anak di bawah umur lebih hina dari pembunuhan.
¤¤¤
Dylan Miles berjalan menyusuri taman kota di malam hari. Tempat yang pernah menjadi tempatnya menghilangkan kejenuhan belajar bersama Myra, Ghia, Lucky, dan Hye Sun saat kelimanya masih berteman baik. Saat belum ada masalah diantara mereka.
Langkah kaki remaja pria itulah yang tanpa sengaja mengantarnya ke taman itu tanpa disadarinya. Karena Dylan yang saat ini walaupun masih sangat sombong selalu menatap curiga pada orang disekitarnya.
Matanya terus memicing tajam pada setiap orang yang lewat di taman yang kebetulan ramai. Sesekali ia berucap sinis dan menggerutu bahkan beberapa kali meneriaki orang-orang yang menurutnya melihat dirinya dengan tatapan menilai.
"Dasar sampah! Siapa kalian sampai berani melihatku!" jeritnya.
"Kau merasakannya?" Sebuah suara wanita masuk ke pendengarannya. Wanita yang sangat ia benci dan semakin membencinya ketika ia melihat sosok wanita itu berdiri beberapa langkah di depannya.
"Bagaimana rasanya kehilangan semua?" tanya Lalisa lagi dan melangkah lebih dekat.
"Kau tahu? Yang paling menyeramkan di dunia ini bukanlah hukuman, tetapi kehilangan orang yang mendukungmu dengan tulus. Kau bahkan tidak segan-segan membunuh satu-satunya orang yang begitu tulus mendukungmu bahkan saat orang lain meninggalkanmu." Suara Lalisa tidak kencang namun begitu dingin dan menusuk bagi Dylan.
"Mau apa kau brengsek?!" hardiknya tepat di wajah Lalisa.
"Tidak ada. Aku hanya ingin mengingatkanmu. Walau kau merasa menang karena berhasil kabur dari hukuman karena kurang bukti, kau tidak akan pernah bisa kabur dari pandangan orang mengenai dirimu," ujar Lalisa lagi, mengedarkan pandangan pada orang-orang yang mencuri-curi pandang melihat Dylan.
"Dan satu lagi, Mr. Dylan Miles yang terhormat, aku mendapatkan ini ...." Lalisa menggoyang-goyangkan dua buah foto Dylan yang terlihat memasuki sebuah gedung.
"Kau tertangkap CCTV memasuki gedung yang sama beberapa saat sebelum Myra juga masuk ke gedung dan berakhir kehilangan nyawanya. Hanya untuk pengingat, walau aku bukan lagi Jaksa, aku masih warga negara yang bisa meminta pengadaan penyelidikan jika bukti telah cukup. Jadi tunggu saja, karena aku akan kembali menyeretmu ke persidangan," tutup Lalisa yang berbalik meninggalkannya tanpa peduli dengan teriakan dan umpatan marah Dylan.
Lalisa sudah berada jauh dari jangkauan pandangan Dylan ketika seseorang yang mengenakan pakaian serba hitam dengan wajah tertutup masker dan hoodie menabraknya dan dengan cepat menyuntik leher Dylan entah dengan cairan apa. Dylan baru saja ingin memaki seseorang yang menabraknya itu namun suaranya tidak lagi bisa keluar.
Kejadiannya begitu cepat sehingga tidak ada orang yang benar-benar menyadari apa yang terjadi. Kerumunan orang itu hanya melihat seorang pria remaja yang kesakitan hingga wajahnya memerah dan beberapa urat di leher dan pelipisnya terpampang jelas. Berusaha mengatakan sesuatu namun tidak mampu mengeluarkan suara hingga akhirnya terlihat kejang dan tersungkur di atas lantai batu yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] Themis - Undercover
Fanfiction⚠This Story were adapted from a kdrama - Class of Lies - Ceritanya sama dengan beberapa karakter yang berbeda.⚠ Lalisa Watanabe, seorang jaksa yang tanpa sengaja terlibat kasus pembunuhan di sekolah elite sehingga mengantarnya untuk menyamar menjadi...