Lucky sibuk memainkan ponselnya sambil tidur-tiduran di atas sofa yang berada di ruangan OSIS sedangkan Dylan, seperti biasa hanya duduk tenang sambil memperhatikan Lucky.
"Kenapa? ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Lucky yang menyadari tatapan Dylan. "Aku tidak akan mengatakan apapun mengenai Miss Lisa. Jadi jangan coba bertanya."
"Aku tidak akan bertanya tentangnya. Ini mengenai kepala pelayan Blake. Kurasa dia sudah melupakan siapa sebenarnya dia."
Lucky menatap Dylan yang betah menatapnya dengan tatapan bertanya. "Kau tahu kan, dia bisa duduk di jabatan itu karena kita, keluarga kita. Tapi lihat apa yang ia lakukan di resital Myra. Kurasa ia harus dilengserkan agar ingat siapa sebenarnya dia."
"Aku tidak akan melengserkannya, tapi aku akan menghancurkannya," geram Lucky melangkahkan kaki keluar ruangan OSIS.
¤¤¤
Mr. Blake kembali mengunjungi ayahnya yang kondisinya semakin menurun. Ayahnya bahkan sudah tidak bisa mengatakan apapun saat Mr. Blake datang.
"Mau apa kau datang?" hardik kakaknya saat melihat Mr. Blake. "Jangan membuat ayahmu semakin sakit!"
"Ho ho ho, hyung. Jangan terlalu tegang. Apa salah jika seorang anak mau menjenguk ayahnya?" Mr. Blake berjalan mendekati kakaknya yang berdiri di samping brangkar ayah mereka lalu sedikit menggesernya untuk menggenggam jemari tangan keriput ayahnya.
"Bertahanlah, ayah. Kau harus kembali sehat. Aku akan memberi hadiah yang sangat kau inginkan sejak dulu, yaitu Marietta Woman University yang sebentar lagi jadi milikku dan aku akan memasukannya ke dalam yayasan Blake."
Ayahnya, Artemis Blake menatap Mr. Blake dengan tatapan sayu karena penyakitnya, tetapi pria tua itu menggerakkan tangannya yang lain — walau sulit karena tubuhnya yang semakin melemah — hanya untuk menggenggam tangan Mr. Blake yang sedang menggenggam tangannya.
Gerakan itu tentu saja membuat Mr. Blake merasa di atas angin. Ia merasa akhirnya ayahnya menyukainya dan kemungkinan dirinya menjadi salah satu petinggi di Yayasan Blake bukan lagi hanya mimpi. Maka, dengan culas, ia mengangkat wajahnya hanya untuk memandang kakaknya yang berada di hadapannya dengan senyuman mengejek.
¤¤¤
Jennie Kim, the Devilnya kejaksaan negara berjalan dengan angkuh di lorong departemen inspeksi kejaksaan. Ketukan sepatu hak tingginya seakan memperingatkan siapapun untuk tidak mencari masalah dengannya.
"Jaksa Kim?" seorang pria menatap terkejut melihat Jennie yang menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan setelah diijinkan masuk olehnya.
__________
Jennie Kim dan pria yang ditemuinya kini duduk di salah satu kursi kayu di sudut taman kantor kejaksaan inspeksi pemerintah. Sebuah kantor yang bertugas menyelidiki kecurangan di dalam kantor hukum milik pemerintah.
"Jadi ada apa the Devil Jennie Kim mencariku?" tanya si pria yang duduk dengan menyilangkan kakinya sambil memegang sebuah cup kopi dingin.
Jennie terkekeh mendengar panggilan si pria yang merupakan seniornya ketika ia masih menjadi mahasiswa hukum. Kim Namjoon, namanya. Seorang lelaki yang disebut jenius karena selalu mendapat nilai sempurna saat ia menjadi mahasiswa. Namun setelah ia lulus, Namjoon malah memilih bekerja di kejaksaan inspeksi yang menjadi pekerjaan paling tidak diminati.
Alasannya adalah karena menjadi pejabat di kejaksaan inspeksi harus siap dimusuhi sesama jaksa karena pekerjaan mereka khusus menyelidiki para pejabat hukum pemerintah lain padahal pekerjaan mereka tidak lebih mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] Themis - Undercover
Fiksi Penggemar⚠This Story were adapted from a kdrama - Class of Lies - Ceritanya sama dengan beberapa karakter yang berbeda.⚠ Lalisa Watanabe, seorang jaksa yang tanpa sengaja terlibat kasus pembunuhan di sekolah elite sehingga mengantarnya untuk menyamar menjadi...