"O ... Lies?" Hayati menatap Yun tak berkedip. Sepertinya santriwati baru itu penasaran sekali pada sosok yang ditanyakannya itu. "Kami di sini menyebut dia dan teman-temannya Preman Pondok. Kenapa?"
"Gak apa-apa," Yun tersipu. "Cuma kepengen tahu aja."
"Kamu dikerjain ya?"
"Eehh gaaakk ...." Yun refleks menggoyang-goyangkan tangannya.
"O ...." Hayati tersenyum. "Ya udah kalau gak. Tapi dia baik kok."
Yun ikutan tersenyum. Hatinya membenarkan. Lies memang baik. Setidaknya dari dua kejadian dengan anak itu. Menolongnya untuk bab dan yang kemarin itu ketika dia dibully. Sedikitnya dia tahu, kenapa Ceu Ai Didah terlihat sayang benar ke Lies. Tanpa sadar Yun menghela nafas. Tapi rupanya helaan nafasnya terlalu kencang untuk tidak didengar Hayati.
"Anak-anak preman pondok itu sebetulnya anak-anak cerdas, Yun. Apa lagi Lies dan Odah. Odah pintar baca kitabnya. Lies? Nanti juga kamu tahu sendiri ...."
Yun diam-diam menelan rasa kecewanya. Dia kepengen tahu banyak tentang Lies sebetulnya. Tapi untuk bertanya lagi pun dia malu kepada Hayati. Teman sekamarnya yang juga tergolong sebagai santriwati lama.