العلم صيد والكتابة قيده
Ilmu adalah buruan dan tulisan itu adalah ikatannyaDari jauh Teh Ai Didah menarik nafas diam-diam. Sudah hampir lebih seminggu Lies pergi, sudah hampir lebih seminggu itu pula Yun menangis tiada henti. Wajahnya nampak sembab. Dan kata-kata yang keluar dari mulutnya juga pasti kalimat yang sama.
"Kenapa dia gak bilang? Kenapa dia pergi begitu saja?"
Sekarangpun begitu. Sampai habis kata Teh Ai Didah membujuknya.
"Bukan cuma kamu, Yun. Kita semua kehilangan." Teh Ai Didah mengelus pundak Yun dengan sayang. "Kita do'a saja dimanapun Lies berada dia selalu baik-baik saja, ya?"
"Ya tapi kenapa dia gak bilang, Teh? Setidaknya dia kasih tahu akuu kalau dia mau pergi ...." Dengan sedih Yun mengusap pipinya yang basah. "Kalau dia memang masih marah sama aku, sekedar pamit saja masa dia gak bisa?"
"Yaa ... Mungkin dia juga gak mau lihat kamu sedih?" Teh Ai Didah masih berusaha membujuk semampu yang dia bisa. "Sabar ya ...."
Yun tidak menyahut. Jujur, sebetulnya dia tidak ingin seperti ini. Tapi entah kenapa hatinya sulit sekali diajak kompromi. Dia sedih sekali. Lebih sedih rasanya dari patah hati pertama kali dulu. Dan Teh Ai Didah?? Menilik kedekatannya dengan Lies, Yun yakin dia juga tak kurang sedihnya. Tapi dia tidak pernah bosan membujuk serta menghiburnya. Bahkan membesarkan hati.
"Baik kalau fokus ke final cerdas cermat dulu. Minggu depan kan?"
Yun mengiyakan di hati. Dia juga tidak menolak ketika Teh Ai Didah menyodorkan buku-buku yang biasanya dipakai untuk latihan.