"Balas cepat," kataku setelah memberikan surat dari Kang Acep kepada Yun. Kemudian tak tergesa aku berbalik hendak meninggalkannya. Tapi belum lagi jauh langkahku terdengar Yun memanggilku.
"Kamu gak ingin tahu isi surat ini?" Yun menatapku. "Kenapa tidak kita buka sama-sama saja?"
Aku belum lagi sempat memberikan jawaban ketika Yun menarik tanganku. "Ayolaaahh!"
"Jangan,nanti si Abah marah." Aku masih berusaha menolak.
"Gak akan. Ayolaaaahh!" Yun makin menarik tanganku untuk duduk di sebelahnya.
Angin seperti berhenti berhembus. Udara mendadak bringsang. Yun terdiam gelisah. Aku juga. Kami benar-benar gelisah dalam diam setelah surat itu selesai kubacakan. Dan Yun yang mendengarkan? Aku yakin entah sudah berapa kali mukanya berganti warna sejak tadi.
"Baru suka ...." Yun membuka kata. Susah payah setelah beberapa saat waktu seolah mati diantara kami. "Bukan cinta kaann?"
Aku membuang nafas penuh-penuh. Berharap dengan begitu aku menemukan jawaban dari pertanyaan Yun itu. Tapi sial betul entah terbang kemana otakku. Aku benar-benar tidak punya jawaban untuk itu.
"Sudahlah," kataku pada akhirnya. "Ingat, Kang Acep menunggu jawaban suratnya."
"Lies ...." Yun lagi-lagi menahan langkahku untuk pergi. Tapi kali ini aku buru-buru menukas.
"Aku mesti patrol kamar!"
Tentu saja aku berbohong. Tidak ada itu patrol. Piket. Sekarang hari senin. Sementara piketku hari rabu. Tak ada cara lain. Lama-lama dengan Yun juga hanya bikin nafasku sesak.