De-es tidak beda jauh dengan nasi liwet. Nasi kebesaran anak-anak pondok. Yang membedakan adalah campurannya. Oncom tempe seperti hal yang wajib untuk de-es sebagai campurannya. Di rumah, nasi dicampur-campur begitu Yun pasti tidak akan sudi memakannya. Entah, jorok sekali kesannya. Tapi sekarang? Entah karena dari cara Lies memakannya yang sepertinya enak sekali ataukah karena perutnya sendiri yang memang keroncongan, Yun sampai tidak bisa berpikir panjang lagi untuk menyantapnya segera.
"Enak kan ??"
Yun mengangguk malu-malu pertanyaan Lies.
"Di sini, ini tuuh termasuk makanan istimewa. Makan besar kalau kita ketemu de-es."
"Ya?" Yun tertawa. Hebat amat! Cuma makan dicampur-campur begini makan besar.
"Iyyalaaahh!" Lies menyahut yakin sambil menyuap dees ke mulutnya. "Di rumah, kita bisa makan apa ajh. Tapi di sini? Kita gak bisa begitu. Makan begini jelas makan besar. Patungan,kita bisa makan rame-rame. Assiiiikk ...."
Yun lagi-lagi hanya tertawa mendengar penjelasan Lies. Dan tawanya lantas hilang sama sekali ketika Lies menyambung ucapannya.
"Apa??" tangan Yun yang hendak menyuap dees mengejang di udara.
"Kang Acep titip salam buat kamu."
"Ohh ... Alaiki wa alaihi salam." Yun meneruskan kegiatannya makan. Apalagi saat dilihatnya Lies juga seperti tidak ada keinginan lagi untuk bicara lebih lanjut setelah berkata ini;
"Dah lama. Tapi aku lupa terus menyampaikannya. Maaf ya?"
Yun ingin bertanya sebetulnya. Tapi wajah temannya itu menahannya. Wajah Lies susah dijabarkan dengan kata-kata. Karena itu dia mengurungkan niatnya untuk bertanya. Tidak berani.