الفسل يعلم النجاح
Kegagalan adalah kesuksesan yang tertundaKang Acep menarik kopeahnya hingga menutupi mukanya. Andai dia perempuan pasti sudah sejak tadi dia berurai air mata. Lies tetap dengan keputusannya. Keluar dari pondok. Yang lebih menyesakkan dada, anak itu pergi begitu saja. Wala salam wala kalam. Tidak memberi salam. Tidak juga meninggalkan kata-kata. Kang Acep hanya mendengar kabarnya dari kepala kamarnya. Sepertinya baru kemarin Kang Acep ketemu dengan anak itu ....
Lies belum lagi genap dua belas tahun ketika tercatat sebagai santriwati baru, yang sekaligus juga tercatat sebagai siswa SMP lslam di pondoknya. Bodynya kurus khas anak-anak. Kulit sedikit gelap. Tapi dia punya senyum yang manis. Hal inilah sepertinya yang disukai Kang Acep kali pertama melihatnya saat Odah mengenalkannya.
"Abah, ini Lies temanku sebangku. Orang Karawang ...."
Banyak yang direkomendasikan Odah kala itu. Tapi semua hilang saat Kang Acep menyadari senyum anak itu. Manis sekali. Melihatnya senyum Kang Acep seperti tersugesti untuk senyum juga. Apalagi ditambah dengan tatapan matanya yang bening.
Sesuai prediksinya, berteman dengan Odah Lies berkembang pesat dalam banyak hal. Tidak cuma yang positif tapi juga negatif. Kecerdasannya semakin melaju cepat berimbang dengan kenakalannya. Dan dibenak Kang Acep sedikitnya ada dua kenakalan Lies yang terrekam lekat di kepalanya. Lucu sebab dia selalu ingin tertawa tiap kali mengingatnya.
Pertama, Lies dengan lima orang temannya kebagian tugas patrol keamanan. Itu artinya dia dan teman-temannya harus begadang sampai pagi demi keamanan pondok. Tahu apa yang dilakukannya? Di pos keamanan pondok dia ajak teman-temannya untuk membunuh waktu dengan bermain gaple. Tidak cukup dengan itu, jelang tengah malam Lies melihat santriwati bernama Ruri berjalan menuju wc kamar mandi. Sepertinya kebelet. Kelihatan sekali dari langkahnya yang terburu-buru. Entah apa yang ada di kepalanya, anak itu berlari ke kamarnya dan kembali lagi dengan mukena di tangan.
"Niii .. " Lies melempar mukena di tangannya ke arah lin.
"Mukena?" lin menatap Lies begitu dia bisa menangkap benda yang hampir menyambar wajahnya itu.
"Ho-ohh mukena mukaga terserah lu!"
"Buat apa? Gua belum niat tahajjud sekarang kali Lies." lin menyimpan mukena di pangkuan Lies.
"Yaahh elaaahh liiiinn bukan buat tahajjud kalii. Buat nakutin si Ruri. Sanaaa!!" Lies melempar lagi mukena ke lin.
"Rur ...?" lin paham sekarang. Tapi dia mendadak panik tiba-tiba. "Eehh tidak, si Ruri punya asma Lies. Nanti kalo asmanya kumat ...?"
"Kelamaan. Sinii!" Lies merampas mukena di tangan lin. "Tar si Ruri keburu keluar wc."
Terus terang bagi keempat orang temannya ini pasti seru mengasyikkan. Tapi buat lin? Ini benar-benar jauh dari asyik. Bukan saja Lies jadi nampak horor terlihat seperti pocong. Tapi bagaimana kalau yang dia pikirkan tentang Ruri jadi kenyataan?? Dan lin belum lagi selesai dengan apa yang dipikirkannya, ketika dari kejauhan dia melihat Ruri sempoyongan dan melorot ke bawah.
"Iin, Netiiii, Amii, Adeee, Atiiii ..." Lies teriak tertahan memanggil teman-temannya. "Si Ruri pingsan!"