Yun baru saja meletakkan buku-bukunya, saat telinganya menangkap suara ribut-ribut di luar. Melupakan rasa lelahnya sehabis dari sekolah, Yun segera membuka pintu kamar. Dan dia melihat pemandangan yang tidak biasa. Para santriwati nyaris seluruhnya keluar dari kamar masing-masing. Pantesan bising sekali. Tapi ada apa?
"Ada apa?" Tanyanya sedikit berbisik pada orang yang ditemuinya.
"Ada polisi sama Lies ...."
"Polisi? Lies ....?" Yun tergesa segera menyeruak kerumunan orang-orang. Pandangannya, seperti juga pandangan orang- orang, tertuju pada satu titik; rumah Pak Kyai. Terlihat dua orang polisi tengah berbincang-bincang serius dengan Pak Kyai. Kang Acep juga ....
Yun menahan nafas. Wajahnya pias. Dia mencium gelagat buruk. Terlebih saat ada anak berkomentar;
"Gak pernah bosan si Lies bikin geger pondok ...."
"Pernah ya? " Yun bertanya sebisa mulutnya bisa dibuka. Asal saja. "Apa?"
"Dulu, malam hari kabur dari tempat ngaji. Nonton bioskop ...."
Andai tidak sedang situasi mencekam seperti sekarang, Yun pasti tertawa geli mendengarnya. Anak itu benar-benar luar biasa. Tapi dia tidak bisa tertawa. Apa lagi sampai ada polisi segala. Bukan hanya itu, pondok seperti terkena badai tsunami. Semua sibuk dibuatnya. Pak Kyai sampai memanggil pengurus dan kepala kamar untuk rapat malam harinya.
Dan pagi harinya, tanya yang melompat-lompat di kepala Yun itu baru terjawab jelas dari kepala kamarnya.
"Lies kena razia. Itu anak nginap di hotel waktu kemarin menghilang itu ...."
Serasa tercekik tenggorokan Yun. Pandangannya segera beradu dengan pandangan teman-teman sekamarnya. Hotel? Tidakkah Lies tahu kalau tempat itu kontroversial?penuh dengan stigma negatif? Terlebih untuk lingkungan pondok.Dan Lies ada di situ? Ngapain?
"Di hotel ... mana, teh?"
"Mangkubumi."