Seminggu kemudian ....
Dengan sedikit dendang di hati Yun sudah bersiap hendak patrol. Surat hasil karya Haryani sudah disalinnya rapi-rapi. Setidaknya kali ini dia tidak akan kelimpungan lagi kalau Kang Acep benar-benar bertanya perihal jawaban suratnya.
"Aku mo bicara sama kamu!" Tangan Yun yang hendak merapikan kerudungnya, mengejang di udara. Bukan apa-apa. Sejak kapan si preman pondok itu punya nada suara seformil itu. Tapi itu memang Lies.
"Di ... sini?"
"Tidak di kamarmu! Hayuuu di teras."
"Lama? Aku mo patrol soalnya."
"Mudah-mudahan gak."
-------------
"Ini ap ...?" kata-kata Yun menggantung dengan sendirinya saat menyadari sesuatu yang diselipkan Lies ke tangannya. Surat Kang Acep! Hya Tuhaan, Yun menutup mukanya. Kenapa dia sampai lupa?
"Kenapa ada di kamu?"
"Aku yang seharusnya tanya, bagaimana surat itu bisa ada di luaran, Yun?" sepanjang mengenal Lies, Yun suka pada matanya yang selalu berpendar jenaka. Tapi kali ini entah hilang kemana? Dan Yun merasa sakit sekali di dalam sini melihatnya.
"Kang Acep kasih ini padaku tadi di sekolah. Katanya dia dapat ini dari seseorang. Dia juga gak mau bilang siapa orangnya. Dia marah sekali. Ke aku apa lagi. Dia bilang aku tidak amanah. Su'ul adab ...."
Yun menutup telinganya. Dia benar-benar teledor. Surat itu dia berikan ke Haryani sebagai rujukan untuk bikin surat balasan. Persoalannya bagaimana bisa sekarang jadi seperti ini? Kenapa Haryani bisa selalai ituu??
"Kenapa harus ke si Yani? Aku kan bisa, Yuuuunn??"
"Kang Acep kan abahmu,Lies. Aku takut dia tahu gaya bahasa tulisan kamu, gimana? Maka itu aku minta tolong si Yani. Kamu kan tahu, aku gak pandai merangkai kata. Gak pintar menulis kata. Aku gak sepintar kamu ...." kata-kata Yun terdengar menurun. Dan Lies yang melihatnya trenyuh sekali dibuatnya. Wajah manisnya terlihat pucat pasi. Bibirnya gemetar. Sementara air matanya sudah sejak tadi mengalir tak terbendung. "Aku minta maaf ...."
"Telat ...." entah karena didorong rasa jengkelnya yang belum hilang atau karena dia sendiri bingung, Lies menukas pelan tapi menohok. "Kang Acep merasa sedang ditelanjangi. Dipermalukan. Karena seisi pondok pasti bakal tahuuu ...."