22 Pebruari 1986
Hari yang luar biasa. Benar-benar hari yang luar biasa. Yun menarik nafas dan menghembuskannya sepenuh rasa. Ini hari berat. Dia dan teman-temannya baru melewati babak penyisihan untuk lomba cerdas cermat itu. Tapi dia yakin mereka bakal masuk babak berikutnya, semi final untuk kemudian final.
Bentar, yakin sekali? Takabbur. Tidak. Jangan. Gak boleh. Yun memejamkan matanya. Sama sekali tidak bermaksud takabbur. Hatinya hanya terlalu dan kelewat bahagia. Karena dia dan teman-temannya tampil bagus? Salah satunya iya. Salah duanya? Inilah yang tidak pernah diduganya. Kedatangan Kang Acep! Ya Kang Acep mendatanginya ke tempat lomba. Seperti sengaja memperpadat kebahagiannya. Pemuda itu tidak cuma datang untuk minta maaf tapi sekaligus juga memberinya kue tart.
"Sana hilwaa .. Mabruk alfa mabruk!" ujar Kang Acep sambil menyerahkan kue itu untuk kemudian terburu-buru melangkah pergi.
Dari mana dia tahu ulang tahunku? Lantas pergi pula? Yun masih terbengong-bengong menatap kepergian Kang Acep. Masya Allah, Mas Ajengan gaulmu luar biasa sekali. Tidak anti beri ucapan selamat, namun jelas menolak merayakan.
Apapun, itu tidak mengurangi kebahagiaan Yun. Senang hati saja kue tart-nya dia makan bareng teman-temannya di tempat lomba. Tapi tiba-tiba saja dia teringat Lies.
"Stop!!" Teriaknya diantara riuh teman-temannya menikmati kue ultahnya. "Jangan dimakan semua. Sisain untuk teman-temanku di pondok, ya?"
Sisa kue itulah yang dengan riang dia bawa ke kamar Lies, dengan tanpa lebih dulu mampir ke kamarnya saat dia tiba di pondok. Tapi anak-anak kamar 4bawah itu hanya saling pandang saat dia menanyakan Lies. Semua seperti kebingungan menjawab.
"Lies ada kan??" Yun mengulang tanya lagi. Terus terang hatinya mulai tidak enak.
"Teehh ...." Nining mendekatinya. "Teh Lies titip ini untuk Teh Yun." Nining memberikan sebuah amplop untuk Yun.
Dan membaca isi amplop surat itu, Yun sampai tidak hirau lagi pada kue yang dibawanya."Ma'a sSalamah .. ila lLiqo' ... "
Cuma sebegitu. Yun sudah membolak-baliknya. Tetap saja tidak ada kata yang lain. Bukankah itu kata-kata perpisahan?
"Niiingg ... Apa Teh Lies ...?" Yun menatap Nining dengan mata berkaca. Dia tidak berani meneruskan kata-katanya. Nining perlahan mengangguk. Tanpa daya ....
Yun merasa langit runtuh seketika. Bersama dengan itu kebahagiaannya hari itu juga ikutan ambruk. Seluruh persendiannya lemas. Langit begitu pekat dan gelap ....Met ledul fitri 1441 H
Mohon maaf lahir batin