Sepeda Baru Putera

390 12 2
                                    

      Putera melap sepeda barunya yang masih mengilap. Ia merasa bahagia dan tidak sabar untuk menaikinya ke sekolah besok.

      Senin pun tiba. Putera mengayuh sepeda berwarna biru  dengan bangga. Satu persatu teman yang dilewatinya naik sepeda disapa dengan mata sedikit mengejek. Termasuk Seno, sang Juara Kelas. 

     "Pagi, Seno!" sapa Putera dengan nada meledek. 

      Belum lagi menjawab sapa Seno. Putera sudah melanjutkan ucapannya, "sepedamu masih bisa dipakai ternyata."

      Kemudian Putera melintasi sepeda butut Seno. Ia mengayuh sepedanya pergi dengan berbusung dada dan dagu sedikit terangkat. 

      Dara dan Guntur melihat kejadian tersebut. Mereka pun mengayuh sepeda agar jalan beriringan dengan sepeda Seno. 

     "Tidak usah diambil hati ucapan Putera tadi," ucap Dara.

      "Iya, betul. Putera selalu begitu. Memandang rendah pada sesama temannya. Mentang-mentang naik sepeda baru," tambah Guntur.

      "Iya, aku mengerti," ucap Seno dengan senyum tanda terima kasih pada Dara dan Guntur. 

       "Eh, lihat!" seru Guntur.

       "Ada apa dengan sepeda Putera?" tanya Dara.

       "Ayo,kita hampiri dia!" ajak Seno.

       Mereka bertiga pun mempercepat kayuh sepeda, menghampiri Putera. Mereka melihat Putera sedang bingung dengan sepedanya. 

     "Ada apa dengan sepedamu?" tanya Dara pada Putera. 

     "Rantainya terlepas ketika aku melindas batu tanpa sengaja," jawab Putera sedih.

     "Ayo kubonceng kau sampai sekolah. Pak Idam penjaga sekolah pasti bisa bantu memperbaiki sepedamu itu," ajak Seno.

      Dara dan Guntur saling melempar pandang dan kemudian tersenyum. 

     Mereka berempat pun akhirnya jalan beriringan menuju sekolah. Di jok belakang sepeda Seno, terlihat Putera yang dibonceng tertunduk lesu sambil menuntun sepedanya. Ia malu telah ditolong Seno di saat ia kesusahan. 

***

      Tahukah teman-teman bahwa salah satu nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang indah adalah Al Khaafidh? Yaitu Allah Memiliki sifat Mutlak Yang Merendahkan (makhluknya).

        Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al Waqiah 1-3:

إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ [ ٥٦:١] لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ [٥٦:٢] خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ [٥٦:٣

“Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorang pun dapat berdusta tentang kejadiannya.  (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain)”.

       Maka apa yang dilakukan oleh Putera sungguh perbuatan tidak baik. Hanya Allah lah yang berhak memandang hamba-Nya. Seharusnyalah kita mengamalkan sifat Al Khafidh dalam kehidupan sehari-sehari dengan:

1.  Menjaga diri dari perilaku yang merendahkan. 

Kita telah dianugerahi menjadi makhluk yang paling mulia. Maka, sudah selayaknya kita berusaha untuk menjadi orang yang mulia dan menjaga kemuliaan itu. Jangan bersikap sombong dan angkuh. 

2.  Berusaha mengangkat harkat dan martabat sesama.

Kemuliaan pribadi seorang muslim tidak hanya terpancar dari kepribadiannya, tetapi juga tercermin dari kepedulian sosial yang ditunjukkannya terutama dalam mengangkat harkat dan martabat saudaranya. Saling menolong dan saling berbagi membuat hidup kita bahagia dan berarti. 

   

      

      


Aneka Cerita AnakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang