Lapar Mata

90 4 2
                                    

"Buun, kolaknya udah mendidih, nih!" seru Dika sambil mengaduk-aduk kolak pisang campur ubi dan kolang-kaling.

Kepala bunda terlihat dibalik pintu dengan tangan memegang pakaian kering yang baru saja diangkat.

"Iya, sebentar bunda taruh pakaian kering ini ke kamar Mbak Enah."

Tidak lama kemudian bunda sudah berada di samping Dika. Mengambil alih sendok kolak dari tangan Dika.

"Iya, nih, Dik. Kolaknya sudah matang," ucap ibu membenarkan perkataan Dika. Setelah mengaduk-aduknya sebentar kemudian bunda mematikan kompor.

"Lho kamu mau ngapain bawa mangkuk?" tanya bunda.

"Taruh di sini, Bun. Biar nanti pas buka puasa bisa langsung dimakan," jawab Dika cengengesan sambil memberikan mangkuk pada bunda untuk diisi kolak.

Bunda tersenyum, lalu mengisi mangkuk yang diberikan Dika untuk diiisi kolak. Dika pun meletakkan mangkuk kolak di atas meja makan.

"Dika mandi dulu ya, Bun. Biar seger."

Bunda mengangguk sambil menata hidangan berbuka puasa. Nasi, ayam goreng, sayur asam, tempe bacem, sambal terasi beserta lalapan, tidak lupa kerupuk.

Tidak lama ayah menghampiri bunda ke ruang makan untuk membantu menata piring di atas meja.

"Enak nih, Bun." Ayah melihat semangkuk kolak, tahu goreng, risol, dan lontong. Terlihat beberapa buah kurma juga sudah tersedia di piring kecil. Semua tertata dengan rapih.

"Eeh, itu punya Dika. Termasuk teh manis panas dan es buah juga."

"Iya, itu punyaku, Yah." Dika datang menghampiri ayah dan bunda dengan memerlihatkan barisan giginya yang rapih. Wajahnya terlihat segar dengan rambut pendeknya yang basah tersisir dengan rapih. Lalu Dika menarik kursi meja makan dan duduk.

"Itu buat buka puasa semua, Dik? Mau langsung dimakan?" tanya ayah dengan nada bercampur tidak percaya, terkejut, dan heran.

"Ya dong, Yah. Aku laper banget, nih. Semua mau langsung dimakan pas bedug magrib nanti," jawab Dika pasti.

Terlihat tenggorokan Dika menelan air liur melihat jajaran makanan pembuka, terutama es buah. Merahnya potongan semangka, hijaunya melon dan alpukat, juga cincau hitam yang menggoda. Semua tercampur dengan air sirup berwarna merah dan susu. Terlebih gelas sudah berembun karena dinginnya es batu.

Ayah dan bunda saling berpadangan, menahan tawa agar tidak terdengar Dika.

Selang beberapa menit kemudian terdengar suara bedug dari mushola tidak jauh dari rumah Dika. Waktu berbuka sudah tiba. Wajah bahagia Dika terlihat dengan nyata. Ada kelegaan disana setelah satu hari penuh berpuasa menahan lapar, haus, dan nafsu lainnya.

Tanpa menunggu lama, Dika meneguk tes manis panas yang sudah menjadi hangat. Tentu setelah membaca doa berbuka puasa.

"Alhamdulillah," ucap Dika lega setelah melepas dahaga dengan meminum teh manis yang habis setengah gelas.

"Mau kemana, Dik?" tanya ayah. Melihat Dika berdiri dan beranjak pergi dari ruang makan.

"Wudhu, Yah. Sepertinya aku mau sholat dulu. Teh manis dan tiga buah kurma cukup membuat perutku kenyang," jawab Dika.

Ayah dan bunda saling berpandangan dengan senyum penuh arti.



Aneka Cerita AnakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang