Sepuluh Menit

91 4 0
                                    

“Hujan, Bun. Didit nggak usah sekolah aja hari ini,” ucap Didit beralasan dari balik guling yang menutupi wajahnya. 

“Lho, kalau hujannya tiap pagi. Berarti kamu nggak sekolah terus dong,” balas ibu dengan mencoba menarik guling yang menutupi wajah Didit. 

Didit memiringkan tubuh gempalnya. Alih-alih bukan duduk bangun. Ia malah mengambil bantal menjadi alas kepalanya tidur. Kemudian menutup wajah bulat penuhnya dengan bantal tersebut. 

Bunda hanya menggelengkan kepala diiringi senyum tipis. 

“Didit…,” ucap bunda halus setelah duduk di tepi tempat tidur Didit.

Tangan bunda dengan lembut menyentuh bahu Didit. Mengguncang tubuh Didit pelan dan penuh kasih sayang. Tapi ia tetap bergeming dengan tangan yang mendekap bantal pada wajahnya. 

Bunda sangat tahu cara memperlakukan Didit bila sudah seperti ini. Bunda menarik tangan kanan yang menjadi tumpuan tubuhnya. Membetulkan posisi tubuh dengan duduk tegak di tepi tempat tidur. 

Bunyi jarum detik jam weker di samping kanan tempat tidur Didit, bagaikan suara piano yang hanya mengeluarkan satu nada. Bunyi alarmnya sudah dimatikan Bunda sejak sepuluh menit yang lalu. Masih ada waktu sepuluh menit lagi untuk membangunkan Didit. 

Bunda mengarahkan pandangan pada Didit sambil menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Anak kelas dua Sekolah Dasar itu pasti menyadari kalau bundanya masih menunggu setia di kamar bernuansa cat biru itu. 

“Didit bisa mendengar suara Bunda, kan?”

Tidak perlu jawaban, bunda dapat melihat bantal di wajah Didit terlihat makin didekap menutupi wajahnya. 

“Didit tahu, nggak? Kalau di belahan bumi lain. Di perbatasan Gaza, negara Palestina sana. Banyak anak-anak yang ingin sekali bersekolah, lho.”

Terlihat Didit mengendurkan dekapan bantal di bagian telinganya. 

“Sayangnya sekolah mereka hancur akibat perang. Jadi mereka nggak bisa sekolah lagi, deh,” ucap bunda menunggu respon Didit. 

Perlahan Didit membalikkan tubuhnya ke arah bunda duduk. Mengintip dari balik bantal yang masih menutup sebagian wajahnya. 

“Nanti Bunda bakal ceritain kisah anak-anak di Gaza sepulang Didit sekolah nanti,” Bunda berkata dengan melirik menggoda ke arah Didit. 

“Benar ya, Bunda,” kata Didit bangkit duduk dari posisi tidurnya, “nanti pulang sekolah ceritakan tentang Gaza. Bunda kan, belum pernah cerita tentang ini,” lanjutnya dengan semangat. 

Bunda tersenyum dan berkata,”Iyah, dong. Bunda janji bakal cerita. Bunda masih punya stok cerita banyak.”

Target sepuluh menit tercapai.




Aneka Cerita AnakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang