[15]

4K 369 6
                                    

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

Jungkook mengacak rambutnya frustasi. Mengusap wajahnya kasar. Mata tajamnya menatap nyalang kearah bulan yang tengah menyinari bumi dengan indahnya. Hembusan nafas gelisah terdengar beberapa kali dari mulutnya.

Jungkook kini sedang di balkon, menikmati segelas wine sambil bersantai dihadapan kelamnya langit malam. Mata hitamnya terpejam, mengalihkan gundah dihatinya.

Ia mengetahuinya.

Seokjin bilang padanya bahwa Jimin menangis karena sikapnya tadi siang.

Seokjin bilang padanya bahwa Jimin kecewa karena sikapnya tadi.

Namun apa yang bisa ia lakukan?

Egonya ikut bersikeras. Ia juga kecewa!

Lagi-lagi suara hembusan nafas kasar terdengar. Ia melirik gelas yang ada di tangannya, lalu beralih ke botol wine kosong dimeja sebelahnya. Ia berdecak. Ia masih butuh minuman itu.

Maka dengan sangat terpaksa ia bangun dari kursinya. Langkahnya ia bawa kearah dapur, sambil memastikan semua member sudah tidur dan tak akan ada yang memergokkinya atau ia akan kena omel oleh Seokjin. Hyung tertuanya itu pasti akan murka jika tau ia masih berada didapur jam 2 dini hari.

Ia membuka kulkas perlahan, mengambil satu lagi botol wine dan menuangkannya kedalam gelas. Setelahnya ia menaruh kembali wine tersebut kedalam kulkas.

"Jungkook?.."

Jungkook menegang ketika suara lirihan masuk kedalam telinganya. Ia tahu suara siapa ini.

Jungkook berdehem sebelum menanggapi suara itu sembari membalik tubuhnya, "Jimin hyung,"

Jungkook menelisik Jimin dari kepala hingga kaki. Jimin terlihat lesu dan wajahnya sembab. Bibirnya sedikit bengkak dan hidungnya memerah. Jungkook yakin Jimin habis menangis.

"Kau sedang apa?" tanya Jimin sambil menaruh mangkuk yang daritadi ia bawa ke meja bar dapur.

Jungkook hanya mengangkat gelas wine nya, "Kau? Kenapa belum tidur?"

"A-aku habis makan sereal." jawab Jimin lalu duduk dikursi bar dapur.

Jungkook ber-oh ria sebelum memutuskan untuk kembali kekamarnya. Namun baru beberapa langkah ia menjauhi dapur, suara Jimin kembali membuat tubuhnya menegang.

"Jungkook.., bisakah kita bicara sebentar?"

Jungkook memejamkan matanya. Ia mengepalkan tangannya, berusaha sekuat tenaga untuk menjaga emosinya. Ia membalikkan badannya sedikit, "Aku.. sudah mengantuk, hyung. Selamat malam."

"Sebenarnya ada apa denganmu?" tanya Jimin lagi, "Jika aku salah kau boleh memarahiku, menamparku, tapi tolong jangan diamkan aku seperti ini. Aku takut, Jungkook."

Suara lirih Jimin kembali membuat langkah Jungkook berhenti. Kini ia membalikkan badannya sepenuhnya. Menatap kearah Jimin yang kinin menunduk diiringi suara isakan yang mulai terdengar.

Brengsek sekali kau, Jeon Jungkook. Lagi-lagi kau membuatnya menangis!

Jungkook tersenyum kecut mendengar suara batinnya sendiri. Ia memejamkam mata lagi, berusaha untuk menekan rasa bersalah itu dulu demi Jimin.

Mau tidak mau langkahnya ia bawa kearah Jimin. Ia duduk disebelah Jimin, menatap pujaan hatinya yang belum berani mengangkat wajahnya. Tangan kekarnya terulur. Tangan kirinya menggenggam tangan Jimim yang sedang ia tautkan, dan tangan kanannya mengangkat wajah Jimin sehingga terlihatlah wajah penuh air mata itu.

"Hyung.. Jangan menangis.."

Tangisan Jimin semakin deras, "Katakan apa salahku, Jungkook! Tolong.."

Jungkook meringis, matanya ikut panas melihat kesayangannya ini terisak. Dengan spontan ia menarik Jimin kedalam pelukkanya, mengecup surai Jimin sembari melirih.

"Maaf, Jimin. Maaf."

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

TBC.

j i k o o kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang