[19]

3.5K 282 1
                                    

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

Jimin masih terisak sejak hampir 30 menit yang lalu. Dan Taehyung pun masih sama, masih berdiam diri menunggu jawaban Jimin. Mereka berdua sudah pindah kekamar Jimin saat ini, merasa tidak nyaman membicarakan ini diruang tamu. Juga takut kejadian seperti tadi yang malah akan membuat member lain tau.

"Jimin, sudah nangisnya. Maafkan aku. Aku hanya khawatir." ucap Taehyung sembari menatap Jimin iba.

Sebenarnya Taehyung tidak tega melihat Jimin seperti ini. Namun mau tidak mau, karena Taehyung butuh jawaban. Ini bisa memecahkan pertanyaan di benak Taehyung seperti,

Mengapa Jimin sangat mudah mimisan,

Mengapa Jimin sering pingsan,

Mengapa Jimin mudah kelelahan.

Itu akan terjawab bila Jimin menjelaskan semuanya kepada Taehyung. Maka dengan keras kepalanya ia menunggu Jimin untuk bercerita.

"Aku.. menderita penyakit ini sejak beberapa tahun kebelakang." jelas Jimin sesekali terisak, "Menurut Chanyeol hyung aku mendapat ini dari nenekku yang juga mengidap ini."

Taehyung mengenggam tangan Jimin, memberikan Jimin kekuatan agar ia terus membuka dirinya, "Lalu? Mengapa kau menyembunyikannya? Mengapa kau tidak pernah mengatakan apapun pada kami?"

"Karena aku tidak mau dikhawatirkan, Taehyung-ah." jawab Jimin lugas, "Aku tidak mau yang lain merasa aku harus dilindungi, aku tidak mau yang lain menganggapku lemah, aku tidak mau dibedakan dengan yang lain. Aku ingin berkerja sama kerasnya dengan kalian. Aku tidak mau penyakitku hanya membuatku terlihat lemah."

Taehyung menatap Jimin dalam. Hatinya lega, setidaknya ia sekarang tahu Jimin nya kenapa.

"Tolong, Tae.." Jimin berkata lirih. "Jangan beritahu siapapun. Terlebih Jungkook."

***

Pukul dua dini hari. Semua member sudah dikamar nya masing-masing, menelusuri alam mimpi. Terkecuali untuk satu lelaki yang kini sedang berdiri bertumpu di balkon.

Jimin.

Pria mungil itu belum bisa tidur. Terhitung 3 hari kebelakangan ini ia susah tidur. Hingga berakhir ia terjaga hingga pukul empat atau lima pagi.

Sebenarnya ini semua karena pesan dokter Lee-dokter pribadinya beberapa hari lalu. Ketika Jimin terakhir dirawat saat kambuh 5 hari yang lalu.

Flashback on.

Jimin menatap dokter Lee dengan tatapan tidak bisa diartikan. Ia meninggalkan Jungkook yang sedang tertidur di sofa kamarnya untuk bertemu dokter Lee. Ia sengaja menunggu Jungkook tertidur sehingga ia bisa ikut ke ruangan ini.

"Ini semakin parah, Jimin.." ucap dokter Lee dengan raut melasnya, "Sampai kapan kau menunda transplantasinya?"

Jimin merenung memikirkan ucapan dokter Lee, "Aku.. tidak akan terkena komplikasi apapun, kan?"

Dokter Lee menghela nafas sedih, "Kita belum tau, Jimin."

"Transplantasi ini seharusnya dilakukan sejak lama, ketika kau belum lama memulai kemoterapi dan meminum obat-obatanmu."

"Jika sudah seperti ini resikonya banyak, Jimin.."

Jimin kembali menatap sembarang arah dengan tatapan kosong, "Yang paling parah?"

Dokter Lee menahan nafasnya sebentar sebelum menjelaskan, "Jika tulang sum sum kurang bekerja dengan baik, Trombosit yang rendah dapat menyebabkan pendarahan di paru, otak, dan pencernaan. atau.."

"Atau?" Jimin menatap dokter Lee pasrah.

Lelaki yang hampir menginjak umur 40 tahun itu kembali menghela nafas, "Kerusakan organ."

Flashback off.

Sejujurnya ia tau ini tidak baik. Ia akan kekurangan istirahat. Dan ia pun sadar ini akan memperburuk penyakitnya.

Namun jika diingat, ia hanya akan tersenyum tipis dengan sendunya.

Toh tanpa begini pun penyakitnya sudah parah, untuk apa ditahan?

Jimin itu kuat, dihadapan member lain. Tapi ia tidak dapat berbohong pada dirinya sendiri. Ia akan berusaha menjadi penopang orang lain, tapi tidak sadar dirinya kian jatuh semakin dalam. Ia selalu siap menjadi tempat mengadu orang lain, namun ia sendiri hanya memiliki bulan dan langit sebagai tempatnya mengadu. Tidak dapat memberi dukungan, tidak dapat memberi usapan, tidak dapat memberikan pelukkan. Jimin hanya ingin didengarkan, tapi Jimin juga butuh tumpuan. Jimin bisa saja terus menerus mengadu pada alam yang bisu, tapi Jimin butuh dibalas. Jimin bisa saja terus menerus bercerita pada malam, tapi Jimin butuh elusan.

Jimin menghela nafasnya yang terasa sesak, mata indahnya yang sedari tadi sudah berkaca-kaca kembali menatap bintang, langit, dan purnama. Ia menatap benda benda diatasnya memelas, meminta bantuan kepada hembusan angin.

"Bulan.. Taehyung mengetahuinya." ucap Jimin lirih, "Taehyung mengetahui semuanya. Aku harus apa.."

Jimin memejamkan matanya sehingga jatuhlah air mata yang sedari tadi ia tahan.

"Tuhan.., aku belum ingin mati." Jimin kembali mengiba, "Berikan aku hidup, tolong.."

Ia menangis tersendu. Kembali menumpahkan sedihnya pada semesta karena takut menularkan sedihnya pada orang lain. Ia menunduk, menatap cairan merah yang ia baru sadari sudah bercampur dengan air matanya.

"Jangan lagi, tuhan.."

Jimin terjatuh, menimbulkan suara yang cukup kencang karena tubuh Jimin yang jatuh dengan spontan. Suara yang cukup keras mampu membuat seseorang yang kamarnya tepat berada disebelah kamar Jimin terbangun.

Matanya akan tertutup sebentar lagi, sebelum sayup-sayup mendengar suara Jungkook,

"Jimin hyung!"

Lalu semuanya gelap.

⊱⋅ ──────────── ⋅⊰

TBC.

j i k o o kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang